Berita Utama Politik

350 Alat Bukti Perkuat Dugaan Pelanggaran PSU Pilkada Banjarbaru

350 Alat Bukti Perkuat Dugaan Pelanggaran PSU Pilkada Banjarbaru

Sidang perdana sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru resmi digelar di Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan ini diajukan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan dan Prof. Udiansyah, didampingi Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) yang dikomandoi oleh Prof. Denny Indrayana S.H., LL.M, Ph.D., Dr. Muhammad Pazri S.H., M.H., dan Alif Fachrul Rahman S.H.

Di ruang sidang MK Panel III yang diketuai oleh Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S., dan dua (2) hakim anggota yaitu Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., pada Kamis pagi pukul 08.30 WIB, Ketua DPD LPRI Kalimantan Selatan, Syarifah Hayana, S.H., dengan lantang membacakan permohonan sengketa sebagai Pemantau Pemilihan LPRI Provinsi Kalimantan Selatan.

Ia menyuarakan aspirasi lebih dari 51.000 warga Banjarbaru yang memilih “kolom kosong” dalam PSU Pilwalkot Banjarbaru. Di tengah tekanan dan intimidasi, Syarifah Hayana menegaskan sikap perjuangan:

“Insya Allah kami tidak akan mundur selangkah pun. Sekali maju berjuang, pantang bagi kami untuk menyerah! Melawan kezaliman meskipun arus rintangan dan ancaman semakin deras. Izinkan kami memperjuangkan kebenaran di pemilihan Kota Banjarbaru.”

Dalam pokok permohonan yang dibacakan selanjutnya oleh Tim Hukum Hanyar, disampaikan bahwa terdapat indikasi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan PSU. 

“Ada banyak alasan mengapa pasangan Hj. Erna Lisa Halaby & Wartono harus didiskualifikasi sebagai peserta Pemilu Calon Walikota-Wakil Walikota Banjarbaru. Perselingkuhan antara uang dan kekuasaan menjadi hal utama yang harus menjadi sorotan. Kami mendapati penyelenggara negara turut ikut campur memenangkan pasangan tunggal tersebut. Hingga sidang ini berlangsung, Gubernur, Kepolisian, Bawaslu Kota Banjarbaru, bahkan hingga KPU Provinsi berupaya menjegal kami agar tidak bisa bersidang di MK” ucap Dr. Muhammad Pazri selaku salah satu kuasa hukum.

Calon tunggal dalam Pilwalkot Banjarbaru, Hj. Erna Lisa Halaby & Wartono, diduga mendapatkan dukungan dari kekuatan politik dan ekonomi besar, termasuk pengaruh Pengusaha. Tidak hanya itu, bahkan oknum Direktur BUMN, KPU Provinsi Kalimantan Selatan, dan Bawaslu Kota Banjarbaru pun disebut juga termasuk dalam rangkaian TSM itu sendiri.

“Kami yakin MK akan mengabulkan permohonan ini. PSU Kota Banjarbaru tidak sejalan dengan putusan MK. Tidak mungkin MK membiarkan putusannya sendiri dilanggar oleh KPU”, tambah Dr. Muhammad Pazri.

Prof. Denny Indrayana mengungkap fakta yang lebih mencengangkan: surat yang diterima Pemohon, berkop Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan dan dibubuhi tanda tangan para pejabat negara—termasuk Pangdam VI Mulawarman, Kapolda, Kajati, Ketua DPRD, dan Kepala Kesbangpol Kalsel—yang pada intinya meminta agar LPRI mencabut permohonan sengketa di MK.

“LPRI merupakan lembaga yang diberi wewenang untuk menjaga pemilihan kepala daerah yang demokratis. Inti dari perkara SKLN di MK adalah permasalahan pelaksanaan kewenangan konstitusionalitas. LPRI yang tercatat sebagai Pemantau pada PSU Kota Banjarbaru dikriminalisasi oleh Sentra Gakkumdu karena melaksanakan tugasnya. Tentu ini merupakan objek dari SKLN yang dapat diperkarakan di MK”, ucap Prof. Denny Indrayana sebagai kuasa hukum Pemohon LPRI.

Permohonan ini didukung lebih dari 350 alat bukti, termasuk rekaman, dokumen, dan kesaksian yang menunjukkan pelanggaran serius berupa:

* Pembajakan demokrasi melalui kekuatan finansial; 

* Praktik politik uang di semua wilayah;

* Keterlibatan aktif BUMN dan birokrasi;

* Intimidasi kepada sejumlah pihak;

* Relawan yang berasal dari aparat birokrasi; dan

* Ketidakprofesionalan penyelenggara PSU.

Pemohon Pemantau dan Pemilih bersama Tim Hukum Hanyar menyerukan kepada seluruh masyarakat Kota Banjarbaru untuk bangkit bersama menegakkan demokrasi. Perjuangan ini bukan hanya soal satu lembaga atau satu individu, tapi tentang hak warga memilih tanpa tekanan, tanpa intimidasi, dan tanpa manipulasi.

Jika suara 51.000 rakyat yang memilih kolom kosong dianggap tidak berarti, maka demokrasi telah kehilangan maknanya. Kini saatnya Banjarbaru bersatu melawan ketidakadilan, demi kota yang lebih jujur dan bermartabat.

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *