4 Ijin Tambang Nikel Dicabut, Menteri ESDM: Evaluasi Sejak Januari 2025

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengklaim proses evaluasi izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat bukan baru saja dilakukan. Dia mengatakan upaya penertiban terhadap aktivitas tambang di wilayah tersebut sudah berlangsung sejak awal tahun ini.
“Evaluasi sudah kami lakukan sejak Januari 2025, tak lama setelah Peraturan Presiden Nomor 5 Tentang Penertiban Kawasan Hutan disahkan,” kata Bahlil dalam konferensi pers soal pencabutan izin tambang di Raja Ampat, Selasa, 10 Juni 2025.
Bahlil mengatakan Perpres tersebut merupakan landasan pemerintah untuk mencabut izin tambang yang tidak sesuai aturan. Sejak pelantikan kabinet pada Oktober 2024, ESDM langsung bergerak cepat untuk menjalankan mandat tersebut.
Pemerintah sebelumnya mencabut empat izin tambang nikel yang berada di Raja Ampat. Izin yang dicabut merupakan milik PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Anugerah Surya Pratama dan PT Nurham.
Bahlil menyebut ada dua alasan utama pencabutan. Pertama, temuan pelanggaran lingkungan berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan. Kedua, hasil pengecekan lapangan menunjukkan bahwa wilayah konsesi tambang berada dekat kawasan konservasi.
Bahlil juga menjelaskan bahwa keempat perusahaan yang izinnya dicabut tidak aktif berproduksi sejak awal 2025 karena tidak memperoleh Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). “Betul bahwa izin-izin ini terbit sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai bagian dari Geopark. Tapi Presiden menekankan agar Raja Ampat tetap dijaga sebagai destinasi wisata unggulan dunia,” ujar Bahlil.
Ia menambahkan, satu-satunya perusahaan yang tidak dicabut izinnya adalah PT Gag Nikel. Namun, dia mengatakan akan memperketat pengawasan terhadap seluruh aktivitas perusahaan tersebut. “Kami akan pastikan amdalnya benar-benar dijalankan, reklamasi dilakukan sesuai ketentuan, dan tidak ada kerusakan terumbu karang,” kata Bahlil.
Selain itu, Bahlil mengatakan PT Gag Nikel berbeda secara status hukum karena merupakan pemegang kontrak karya yang berlaku sejak 1998. Dia mengatakan bahkan eksplorasi awalnya sudah dimulai pada 1972.
Menurut Bahlil, hanya PT Gag Nikel yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2025. Sementara empat perusahaan lainnya tidak memiliki RKAB.
Bahlil juga mengklaim bahwa keberadaan PT Gag Nikel tidak berdampak terhadap ekosistem laut di Raja Ampat. Dia juga mengatakan Pulau Gag yang merupakan lokasi tambang tidak berada di dalam kawasan konservasi.
“Pulau Gag itu juga tidak berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat. Letaknya sekitar 42 km dari pusat kawasan konservasi dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara,” kata Ketua Umum Partai Golkar ini. (Tempo.co)