Denny Indrayana Disebut Layak Ikut Pilgub Kalsel Melalui Jalur Independen
Kandidat calon pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan mulai dimunculkan setelah Pemilu 2024. Nama eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, dan calon Gubernur Kalsel 2019-2024, Denny Indrayana, kembali masuk jajaran kandidat kuat Pilgub Kalsel 2024-2029.
Pakar Politik Universitas Islam Kalimantan, M Uhaib Asad, menuturkan Denny Indrayana berpotensi maju pilgub Kalsel melalui jalur independen karena punya basis massa riil. Uhaib mengakui Denny Indrayana kemungkinan gagal lolos ke Senayan lewat Partai Demokrat dari daerah pemilihan Kalsel 2 saat Pemilu 2024.
Namun kegagalan itu tidak bisa disandingkan dengan pemilihan gubernur Kalsel. “Masyarakat yang terpolarisasi saat pemilu legislatif tidak bisa jadi ukuran peluang Prof Denny tidak ada lagi. Prof Denny masih salah satu kandidat yang memiliki potensi ikut Pilgub Kalsel akan datang,” ucap Uhaib Asad ditemui di Banjarmasin, Kamis (29/2/2024).
Uhaib mengaku sudah berdiskusi bareng Denny Indrayana. Uhaib mendorong Denny maju lewat independen Pilgub Kalsel 2024. “Jalur partai politik sudah jadi pedagang, pasar gelap. Hanya orang modal besar bisa membeli partai politik untuk kendaraan politik,” kata dia.
Ia mengingatkan bahwa Denny Indrayana mampu meraup 800 ribuan suara pemilih saat Pilgub Kalsel 2020 lalu. Uhaib berharap ada lebih dari dua kandidat calon gubernur agar menarik.
“Saya tetap mendukung Prof Denny Indrayana seperti co captain beliau bagaimana mengakselerasi dan memobilisasi pendukung fanatik beliau yang kurang lebih 800 ribu orang. Saya melihat Prof Denny bukan petarung kaleng-kaleng, tapi the real fighter yang bisa diandalkan memimpin Kalsel di tengah kuasa modal politik uang,” lanjut Uhaib Asad.
Kalaupun maju Pilgub Kalsel 2024, menurut dia, Denny Indrayana tetap melanjutkan tema anti politik uang karena politik uang merusak tatanan demokrasi. Uhaib berkata politik transaksional atau relasi politik dan bisnis sangat kental, sehingga demokrasi tidak berkualitas seiring tingginya kemiskinan dan rendahnya literasi politik.
“Yang paling berbahaya budaya aji mumpung atau pragmatisme masyarakat karena setiap pilpres, pileg, pilkada, ada kesempatan penghamburan uang yang jadi habit,” tambah Uhaib.