KPK Panggil Ulang 3 Bos Tambang Nikel Maluku Utara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan ulang untuk Direktur Utama PT Adidaya Tangguh Eddy Sanusi, Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia, dan Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Roy Arman Arfandy, yang mangkir pada pemeriksaan sebelumnya pekan lalu.
Ketiganya dipanggil sebagai saksi terkait dugaan suap pengadaan dan perizinan yang menjerat Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
“Informasi dari teman-teman penyidik memang sudah direncanakan untuk dipanggil ulang,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya yang dikutip pada Senin (5/2/2024).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu belum bisa memerinci waktu pasti pemanggilan. Informasi itu akan dibeberkan jika sudah ditentukan nanti.
“Ya, nanti kami akan informasikan,” ujar Ali.
KPK membuka peluang mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terseret dalam kasus ini.
“Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang dikutip pada Jumat, 26 Januari 2024.
Alex menjelaskan Maluku Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi sumber nikel di Indonesia. Karenanya, kata dia, pemantauan proses perizinan di sektor tersebut dinilai perlu dilakukan.
KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka yakni Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.
Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.