ICW Kritik Hakim Tipikor Yang Kabulkan Eksepsi Hakim Agung Gazalba Saleh

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang mengabulkan eksepsi atau nota keberatan dan membebaskan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dalam putusan sela Senin (25/7) kemarin.
Peneliti ICW Diky Anandya menilai pertimbangan yang menjadi dasar bagi hakim untuk mengambil putusan tersebut keliru.
“ICW memandang pertimbangan hakim tersebut keliru karena tidak didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang,” kata Diky dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5).
Dalam putusannya, anggota Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menyebut salah satu pertimbangan mengabulkan eksepsi Gazalba adalah KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi.
“Meskipun KPK secara kelembagaan memiliki tugas dan fungsi penuntutan, namun jaksa yang ditugaskan di KPK dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asal single procession system,” kata dia dalam sidang.
Diky membeberkan terdapat dua poin yang dapat menjelaskan mengapa pertimbangan hakim tersebut keliru.
Diky menjelaskan secara administratif Jaksa KPK tak memiliki kewajiban untuk mendapatkan surat pendelegasian dari Jaksa Agung lebih dahulu sebagai persetujuan dalam menjalankan fungsi penuntutan. Ia merujuk pada UU Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 6 Huruf e.
“Sebab, Pasal 6 huruf e UU 19/2019, Pimpinan KPK lah yang menjadi penanggung jawab tertinggi untuk melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi, termasuk Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi,” jelas dia.