Pemilik Tanah Laporkan Dugaan Pencurian dan Penggelapan Tanah Ke Polda Kalteng

BANJARMASIN, KAKINEWS.ID – Tidak terima karena sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 296 diduga hilang, SNE melalui kuasa hukumnya, Robert Hendra Sulu SH, MH, melaporkan kasus ini ke Polresta Kuala Kapuas pada Senin pagi, 5 Agustus 2024.
Laporan polisi tersebut mencakup dugaan pencurian, penggelapan, serta perbuatan melawan hukum terkait tindak pidana umum dan tindak pidana khusus berdasarkan Pasal 362, 372, 378, dan 263 KUHP, serta tindak pidana perbankan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Laporan juga disampaikan ke Polda Kalteng dan Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda).
Robert Hendra Sulu SH, MH menyatakan bahwa pihaknya, sebagai kuasa hukum pelapor SNE, telah membuat laporan polisi ke Polresta Kuala Kapuas, serta melaporkan dugaan tindak pidana umum dan khusus perbankan tersebut ke Polda Kalteng dan Irwasda.
“Hari ini, kami sebagai kuasa hukum SNE, Robert Hendra Sulu SH, MH, baru saja membuat laporan polisi ke Polresta Kuala Kapuas, Polda Kalteng, dan Irwasda terkait dugaan tindak pidana umum dan khusus perbankan yang diduga dilakukan oleh Av, Nh, Hs, dan Bs, pada Senin, 5 Agustus 2024,” ujar Robert Hendra Sulu.
Menurut Robert Hendra Sulu, dugaan perbuatan curang, tipu muslihat, dan pemalsuan surat tersebut dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Awalnya, Av dan Nh, yang merupakan saudara dari SNE, diduga mengambil SHM Tanah Nomor 296 tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemiliknya, SNE, dari brankas di rumah ayah mereka.
Dari informasi yang diperoleh, SHM tersebut kemudian dijadikan agunan untuk berhutang ke salah satu bank pemerintah. Untuk mewujudkan maksud tersebut, mereka melengkapi surat-surat lain tanpa sepengetahuan SNE, termasuk diduga merekayasa Surat Izin Usaha (SIU) atas nama SNE.
SNE telah berulang kali menolak agar SHM tanah miliknya dijadikan agunan, namun karena didesak dan dipaksa oleh Nh dan Hs (oknum polisi), ia terpaksa menandatangani perjanjian dengan bank. Saat penandatanganan di notaris, SNE terkejut menemukan surat dengan tanda tangannya, padahal ia tidak pernah menandatanganinya.
“SNE mengaku pernah diminta oleh pegawai bank berinisial Bs untuk mengirimkan tanda tangannya, dan diduga dari situ tanda tangan SNE bisa ditiru atau dipalsukan,” jelas Robert Hendra Sulu.
Terkait pencairan pinjaman dari bank, karena SNE tidak memiliki rekening pada bank tersebut, Bs mengarahkan untuk membuka rekening baru. Setelah dicatat, Bs menyuruh SNE menyerahkan buku rekening dan kartu ATM kepada Hs.
Mengetahui hal ini, H. S, ayah SNE, menyarankan agar membuat surat hutang kepada para pihak namun hal ini ditolak. Hs memilih untuk melunasi hutangnya ke bank sebesar Rp 500 juta meskipun belum jatuh tempo, di mana pinjaman selama 4 tahun belum berjalan setahun sudah dilunasi.
Diduga kuat uang pelunasan tersebut diambil dari uang deposito milik H. S sebesar Rp 1 miliar, yang semula atas nama H. S berubah menjadi atas nama Av.(tim)