Pemeriksaan Menteri Desa PDT Tidak Terkait Muktamar PKB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pemeriksaan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar tidak terkait dengan muktamar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia dimintai keterangan soal kasus dugaan suap dana hibah di Jawa Timur (Jatim) pada Kamis, 22 Agustus 2024.
“Kembali saya jelaskan ke teman-teman bahwa pemanggilan saksi tidak berdasarkan kerangka politik,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2024.
Abdul Halim tidak pernah dimintai keterangan oleh KPK saat kasus suap dana hibah di Jatim belum dikembangkan. Pemeriksaan polikus PKB itu juga dilakukan jelang muktamar pada Sabtu, 24 Agustus 2024.
Namun, Tessa menegaskan penetapan waktu pemanggilannya cuma kebetulan. Dalam kasus ini, kata dia, penyidik membutuhkan keterangan Abdul Halim untuk mengonfirmasi sejumlah temuan.
“KPK tidak, terutama penyidik, tidak berpolitik dalam memanggil saksi. Ada alat bukti, ada keterangan yang perlu ditanyakan tentunya akan dipanggil saksinya,” ucap Tessa.
Abdul enggan memerinci jawabannya ke penyidik dalam pemeriksaan selama lima jam lebih itu. Menurutnya, pertanyaan hanya sekitaran kasus suap dana hibah di Jatim.
KPK menetapkan 21 tersangka dalam perkara ini. Sebanyak empat orang berstatus penerima suap dan 17 lainnya pemberi. KPK masih ogah memerinci identitas mereka. Namun, tiga tersangka penerima berstatus penyelenggara negara dan satu sisanya staf pejabat.
Sementara itu, 15 tersangka pemberi merupakan pihak swasta. Dua sisanya berstatus sebagai penyelenggara negara.
Kasus ini sebelumnya menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. Dia sudah dinyatakan bersalah dan divonis sembilan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa, 29 September 2023.
Sahat didakwa bersalah menerima suap dana hibah Pemprov Jatim senilai Rp39,5 miliar. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Sahat T Simanjuntak dengan penjara selama 9 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Suardhita. Vonis 9 tahun penjara ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa KPK. Pada sidang sebelumnya 8 September, Sahat dituntut jaksa 12 tahun penjara.
Selain vonis penjara 12 tahun, terdakwa Sahat juga dikenai denda Rp1 milliar subsider 6 bulan. Politisi Partai Golkar tersebut juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp39,5 miliar.
Apabila tidak mampu membayar, harta benda terdakwa akan disita jaksa untuk dilelang dan hasilnya diserahkan negara. Jika hartanya tidak mencukupi maka harus diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.