Lima Saksi Dihadirkan Untuk Terdakwa Harvey Moeis di Sidang Korupsi Timah

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi dalam sidang lanjutan suami Aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis selaku perwakilan PT Refined Bangka terkait kasus izin tambang ilegal di wilayah PT Timah Tbk. Para saksi yang hadir merupakan empat orang pegawai PT Timah dan seorang petani.
“Izin Yang Mulia, untuk persidangan hari ini kami menghadirkan lima saksi,” ujar salah satu Jaksa dalam ruang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024).
Jaksa memaparkan identitas lima orang saksi yakni empat pegawai PT Timah; Ali Samsuri (karyawan BUMN PT Timah), Tegus Awal Prasetyo (eks Kabag Pengangkutan PT Timah Babel), Nono Budi Priyono (eks Kabag Perencanaan dan Pengelolaan PT Timah Babel), Abdullah Umar Baswedan (karyawan PT Timah Jakarta). Serta, satu orang petani bernama Edi Suryadi.
Diketahui, ada 22 tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam perkara korupsi timah. Kasus ini merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Awalnya berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Kejagung, Suami Aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, mengadakan pertemuan bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi dan eks Direktur Operasi PT Timah Alwin Albar serta 27 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor berbagai smelter swasta tersebut.
Permintaan tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh para smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Adapun pertemuan dilakukan Harvey sepengetahuan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin Reza Andriansyah.
Harvey lantas meminta empat smelter swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton.
Biaya itu, kata Jaksa, seolah-olah dicatat sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.
Selain itu, Harvey juga didakwa menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki orang yang kompeten atau competent person (CP), antara lain, keempat smelter swasta dengan PT Timah.
Harvey bersama keempat smelter swasta tersebut pun melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa-menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (feasibility study) atau kajian yang mendalam.
Selanjutnya jaksa menyebutkan Harvey dan keempat smelter swasta menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah.
Setelah itu, Harvey dan keempat smelter swasta melakukan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya, dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambang ilegal dalam wilayah IUP PT Timah.