Berita Utama Hukum dan Kriminal

Komnas HAM Ajukan Amicus Curiae di Sidang Pembunuhan Jurnalis Juwita

Komnas HAM Ajukan Amicus Curiae di Sidang Pembunuhan Jurnalis Juwita

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mengirim amicus curiae kepada Kepala Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin yang menangani kasus pembunuhan jurnalis media Newsway.co.id. Juwita diduga dibunuh oleh kekasihnya yang merupakan anggota TNI AL yang bernama Jumran.

Menurut komisi, kematian Juwita merupakan kasus pembunuhan berencana sebab Jumran merencanakannya dengan matang.

“Terdakwa merencanakan dengan matang dengan mengatur mengenai mobilisasi hingga menyiapkan alibi,” ujar Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, dikutip pada Minggu, 25 Mei 2025.

Uli mengatakan terdapat fakta mengenai pengakuan Juwita mengenai dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Jumran. Peristiwa itu dia alami pada rentang waktu Desember 2024 hingga Januari 2025. Pengakuan ini dikuatkan dengan hasil visum yang ditemukan pada jenazah Juwita, sehingga Komisi menilai penyidik seharusnya melakukan pemeriksaan secara lebih lanjut dan menyeluruh atas dugaan kekerasan seksual ini.

“Jika unsur kekerasan seksual terbukti, maka terdakwa harus dijerat juga dengan Pasal dalam UU TPKS, sehingga keadilan dapat dijalankan secara menyeluruh,” kata Uli.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan fakta adanya rentang waktu 16 menit yang menunjukkan perjalanan Jumran usai mengeksekusi Juwita. Uli mengatakan, berdasarkan temuan itu harusnya penyidik melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai dugaan adanya keterlibatan phak lain.

“Termasuk fakta mengenai terdakwa yang menumpang sebanyak tiga kali dengan orang tidak dikenal serta fakta mengenai terdakwa yang menghilang dari sisi kiri mobil (berlawanan arah pengemudi) sebelum mobil melaju,” ucap Uli.

Dalam amicus curiae itu, Komisi juga mendorong pemenuhan kompensasi dan/atau restitusi dari terdakwa sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukan kepada korban Juwita.

Komisi mendorong Majelis Hakim memeriksa dan memutus perkara ini secara objektif, adil, serta berperspektif gender. Tujuannya, agar putusan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan penghormatan, perlindungan, dan pemulihan hak asasi manusia. (Tempo.co)

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *