Begini Alasan Polri Pertahankan Richard Eliezer
JAKARTA,
KNâ Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E Terdakwa
kasus pembunuhan Brigadir Yosua, telah menjalani sidang etik oleh Komisi Kode
Etik Polri (KKEP) pada hari ini, Rabu (22/2).
Dari hasil pemeriksaan yang
berjalan sekitar tujuh jam dan 22 menit, Richard Eliezer dinyatakan masih bisa
dipertahankan sebagai anggota Polri aktif atau berdinas lagi.
Setidaknya ada sembilan poin
pertimbangan yang menjadi dasar KKEP untuk keberlangsungan karier Richard
Eliezer Pudihang Lumiu di Kepolisian RI.
âSesuai Pasal 13 Ayat 1 huruf a
Perpol Nomor 1 Tahun 2003 maka komisi selaku pejabat yang berwenang memberikan
pertinbangan, selanjutnya berpendapat bahwa terduga pelanggar masih dapat
dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri,â? jelas Karopenmas Divisi
Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan.
Atas pertimbangan sembilan poin
tadi, lanjut Ramadhan, KKEP memutuskan menjatuhkan sanksi berupa mutasi
bersifat demosi selama satu tahun ke Yanma Polri. Selain itu diwajibkan
menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan Polri.
âSaudara Richard Eliezer
menyatakan menerima,â? jelasnya.
Berikut
sembilan poin pertimbangannya:
1. Terduga pelanggar atau Richard
belum pernah dihukum karena melakukan pelanggaran; baik disiplin, kode etik,
maupun pidana;
2. Terduga pelanggar mengakui kesalahan
dan menyesali perbuatan;
3. Terduga pelanggar telah
menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama di mana pelaku
yang lainnya dalam sidang pidana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berusaha
mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan berbagai cara; merusak, menghilangkan
barang bukti dan memanfaatkan pengaruh kekuasaan. Tetapi justru kejujuran
terduga pelanggar dengan berbagai risiko telah turut mengungkap fakta yang
sebenarnya terjadi;
4. Terduga pelanggar bersikap
sopan dan bekerja sama dengan baik selama di persidangan sehingga sidang
berjalan lancar dan terbuka;
5. Terduga pelanggar masih
berusia muda, masih berusia 24 tahun, masih berpeluang memiliki masa depan yang
baik. Apalagi dia sudah menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan
mengulangi perbuatannya di kemudian hari;
6. Adanya permintaan maaf dari
terduga pelanggar kepada keluarga Brigadir Yosua, di mana saat persidangan
pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terduga pelanggar telah mendatangi
pihak keluarga Brigadir Yosua, bersimpuh, dan meminta maaf atas perbuatan yang
terpaksa sehingga keluarga Brigadir Yosua memberikan maaf;
7. Semua tindakan yang dilakukan
terduga pelanggar dalam keadaan terpaksa dan karena tidak berani menolak
perintah atasan;
8. Terduga pelangga yang
berpangkat Bharada atau Tamtama Polri tidak berani menolak perintah menembak
Brigadir J dan saudara FS (Ferdy Sambo) karena selain atasan jenjang
kepangkatan saudara FS dengan terduga pelanggar sangat jauh;
9. Dengan bantuan terduga pelanggar
yang mau bekerja sama dan memeberikan keterangan yang sejujurnya sehingga
perkara meninggalnya Brigadir J dapat terungkap.
Diketahui, dalam sidang Richard
Eliezer ini, Sekretaris Biro Penanggung Jawab Profesi Propam Polri Kombes
Sakeus Ginting mengambil peran sebagai pimpinan sidang kode etik.
Ahmad Ramadhan mengatakan selain
ketua, ada pengawas jalannya sidang yakni Irbidjemen SDM I Itwil V Itwasum
Polri Kombes Imam Thobroni.
âAnggota Komisi dari Kabagsumda
Rorenmin Bareskrim Polri, yakni Kombes Hengky Widjaja juga hadir dalam sidang
etik tersebut,â? ujar Ramadhan.
Terdapat 8 orang saksi yang
menjadi saksi dalam sidang kali ini, yaitu; Ferdy Sambo, Ricky Rizal, dan Kuat
Maruf, namun tidak bisa hadir karena masalah perizinan dan sakit.
Adapun saksi yang hadir secara
langsung adalah AKP DC, Ipda AM dan Ipda S. Sementara yang lainnya yakni Kombes
MBP (sakit) dan Iptu JA (sakit) memberi kesaksian secara tertulis yang
dibacakan di hadapan majelis hakim sidang etik.
Sebagaimana diketahui, Richard
Eliezer adalah salah satu terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir
Yosua yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Dalam kasus itu,
Richard Eliezer divonis 1 tahun 6 bulan penjara atau 1,5 tahun penjara.
Vonis terhadap Bharada E jauh
lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang menuntutnya
dengan pidana 12 tahun penjara.
(Tim
Redaksi)