Modus Operandi Tambang Batu Bara Ilegal di Kawasan IKN

Polisi membongkar pertambangan batu bara ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Direktur Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin mengatakan bahwa pertambangan ilegal batu bara itu telah berlangsung sejak 2016.
Lokasinya berada di Taman Hutan Raya (Tahura) Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara yang masuk kawasan IKN.
“Bukaan tambang telah mencapai 160 hektare,” kata Nunung kepada awak media di Surabaya, Kamis 17 Juli 2025.
Nunung mengatakan berdasarkan hasil penyidikan menunjukkan bahwa pertambangan batu bara ilegal tersebut dikumpulkan dalam stockroom atau gudang dan dikemas menggunakan karung. Kemudian, batu bara didistribusikan lewat jalur laut menggunakan kontainer melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Menurut Nunung, batu bara itu diberikan dokumen resmi dari perusahaan pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) saat berada di terminal Balikpapan sebagai syarat izin pengiriman. Lalu, dokumen tersebut digunakan seolah-olah batubara tersebut berasal dari penambangan resmi.
Polisi pun menetapkan 3 tersangka atas kasus ini, yakni YH, CH, dan MH. YH dan CH telah ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri sejak 14 Juli 2025. Kerugian negara karena pertambangan ilegal ini ditaksir mencapai Rp 5,7 triliun.
“Tersangka MH belum ditahan, tapi akan dilakukan pemanggilan segera,” ujar Nunung.
Nunung pun merinci peran masing-masing tersangka. Seperti YH dan CH yang berperan sebagai penjual batu bara ilegal, lalu MH sebagai pembeli.
Ketiganya pun dijerat dengan pasal 161 UU nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara Juncto pasal 55 kitab UU KUHP. Ancaman hukumannya mencapai 5 tahun dan denda Rp 100 miliar.
Pada kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti. Seperti 351 kontainer, 7 unit alat berat, dan beberapa dokumen.
Nunung memaparkan, kerugian negara yang hilang akibat penambangan ilegal sejak 2016 mencapai R p3,5 triliun. Kemudian, ada kerusakan hutan dan kayu sekitar Rp 2,2triliun. “Jadi totalnya Rp 5,7 triliun,” paparnya
Nunung mengatakan bahwa proses penyidikan pertambangan batu bara ilegal di IKN ini masih berlanjut. Pihaknya akan melakukan pengembangan terhadap sejumlah pihak terkait, seperti penambang maupun pemberi dokumen IUP. (Tempo.co)