Terungkap! Fakta di Balik Kasus Pembuangan Bayi yang Gegerkan Banjarbaru

BANJARBARU – Kasus penemuan bayi di selokan Jalan Rosella, Kelurahan Kemuning, Banjarbaru, akhirnya terungkap. Polres Banjarbaru berhasil mengamankan pelaku yang terlibat dalam peristiwa ini. Seorang remaja perempuan berusia 17 tahun berinisial MA statusnya masih anak dibawah umur menjadi korban, dan seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun berinisial MR menjadi pelaku.
Kapolres Banjarbaru AKBP Pius X Febry Aceng Loda, didampingi Kasat Reskrim AKP Haris Wicaksono dan Kapolsek Banjarbaru Utara Kompol Heru Setiawan, menjelaskan kronologi kasus ini dalam konferensi pers pada Selasa (14/10/2025) siang.
Menurut Kapolres, kisah tragis ini berawal dari hubungan asmara dua remaja yang terjalin sejak awal 2025. Namun hubungan mereka kandas pada Juli tahun yang sama.
“Pada Agustus 2025, MA mulai merasakan perubahan fisik dan memutuskan melakukan tes kehamilan. Hasilnya positif,” ujar AKBP Pius.
MA pun menghubungi MR untuk mengabarkan kabar tersebut. Namun MR justru tidak mempercayai dan menyarankan agar kandungan itu digugurkan. Sejak saat itu, MA menanggung kehamilannya seorang diri, tanpa dukungan keluarga maupun MR.
Hingga akhirnya, pada Sabtu, 4 Oktober 2025 pagi, MA melahirkan bayi perempuan di rumahnya tanpa pertolongan siapa pun. Dalam kondisi panik dan ketakutan, MA memasukkan bayi itu ke dalam kantong plastik dan berniat membawanya ke rumah MR.
Namun saat berada di Jalan Rosella, MA berusaha menghubungi MR berkali-kali tanpa hasil. Di tengah kebingungan, ia akhirnya meninggalkan plastik berisi jasad bayinya di selokan tempat yang kemudian ditemukan oleh seorang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Kasatreskrim Polres Banjarbaru AKP Haris Wicaksono mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerbitkan dua laporan resmi terkait kasus ini.
“Laporan pertama mengenai tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang menjerat MR, dan laporan kedua terkait tindak pidana pembuangan bayi yang melibatkan MA,” jelas AKP Haris.
MR dijerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 5 hingga 15 tahun penjara.
Sementara itu, MA yang masih berstatus anak dan juga korban, akan menjalani proses hukum sesuai Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Korban MA masih dalam tahap pemulihan fisik dan mental setelah melahirkan. Kami memastikan proses hukum berjalan, namun tetap mempertimbangkan kondisi psikologis korban,” imbuh AKP Haris.
Pihak kepolisian menegaskan komitmen mereka untuk menegakkan hukum sekaligus memberikan perlindungan bagi MA.
“MA mengalami tekanan luar biasa dan menjalani semua ini sendirian. Kami akan mengusulkan agar hukuman yang dijatuhkan bersifat ringan, seperti masa percobaan atau pekerjaan sosial,” pungkas AKP Haris.