Aksi Brutal Saat OTT: Kasi Datun Kejari HSU Tabrak Petugas, KPK Lanjutkan Perburuan
Ilustrasi – Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK RI (Foto: Ist.Net)
Jakarta, Kakinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan petugasnya yang sempat nyaris menjadi korban tabrakan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Hulu Sungai Utara dalam keadaan aman. Insiden itu terjadi ketika Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Tri Taruna Fariadi, berusaha kabur dari kejaran penyidik.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa petugas berhasil menghindar sehingga tidak mengalami cedera berarti. “Alhamdulillah kondisi petugas selamat dan tidak mengalami luka serius,” kata Budi kepada wartawan, Minggu (21/12/2025).
Terkait status hukum Tri Taruna, Budi menyampaikan bahwa lembaganya masih terus melakukan pengejaran intensif. Ia belum dapat memastikan apakah yang bersangkutan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). “Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan jika sudah ada kepastian,” katanya.
Tri Taruna diketahui menjadi salah satu dari tiga pejabat kejaksaan yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemerasan penanganan perkara di Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara. Dalam pelaksanaan OTT, ia diduga melakukan perlawanan aktif hingga mencoba meloloskan diri dengan cara membahayakan petugas.
Selain Tri Taruna, dua nama lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Albertus Parlinggoman Napitupulu selaku Kepala Kejari Hulu Sungai Utara dan Azis Budianto yang menjabat Kepala Seksi Intelijen.
Operasi tangkap tangan tersebut berlangsung di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada Kamis (18/12/2025). Dari hasil operasi itu, KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara hingga ke meja hijau, termasuk memburu tersangka yang belum berhasil diamankan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

