Jaksa “Kotor” Tertangkap, Komjak: Ini Bukti Kelemahan Pengawasan Internal
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus Parlinggoman Napitupulu (kanan) bersama Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU Asis Budianto (kiri) mengenakan rompi tahanan saat dihadirkan pada konferensi pers usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
Kakinews.id – Komisi Kejaksaan (Komjak) menilai serangkaian penangkapan jaksa di daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini menunjukkan persoalan yang lebih luas daripada sekadar kesalahan individu.
“Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa tidak bisa hanya dianggap kesalahan personal. Kasus-kasus ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan dan pembinaan di internal kejaksaan,” kata Komisioner Komjak, Nurokhman, dalam keterangan pers, Senin (22/12/2025).
Nurokhman menekankan pentingnya pengawasan melekat terhadap jaksa di daerah, yang selama ini menjadi tanggung jawab kepala kejaksaan negeri (Kajari) maupun kepala kejaksaan tinggi (Kajati) sesuai mandat Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, OTT KPK yang menjerat jaksa di berbagai daerah menjadi indikator nyata kegagalan pengawasan internal.
Meski demikian, Komjak tetap memberikan apresiasi terhadap penindakan KPK. Nurokhman menegaskan, jaksa yang terjerat OTT harus diproses secara menyeluruh, baik secara hukum pidana maupun secara internal hingga pemberhentian dari institusi.
“Jaksa yang terjaring OTT harus diproses pidana dan diberhentikan dari kejaksaan,” tegasnya.
Belakangan, KPK melakukan dua OTT terpisah. Pada 17 Desember 2025, jaksa Redi Zulkarnaen (RZ), Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tigaraksa, Tangerang, dibekuk terkait dugaan pemerasan terhadap pihak berperkara pidana. Sementara pada 18 Desember 2025, KPK menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), dan Kepala Seksi Intelijen Kejari yang sama, Asis Budianto (ASB), dalam kasus pemerasan yang menjerat dinas-dinas di kabupaten tersebut. Satu jaksa lainnya, Tri Taruna Fariadi (TAR), yang sempat melarikan diri, akhirnya menyerahkan diri.
Kasus di Banten kini ditangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidsus) Kejagung dengan menetapkan RZ, HMK (Kasubag Daskrimti Kejati Banten), dan RV (Jaksa Penuntut Umum Kejati Banten) sebagai tersangka. Sedangkan kasus di Kalsel masih dalam proses KPK dengan APN, ASB, dan TAR sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan pihaknya tidak akan melakukan intervensi terhadap penindakan KPK. “Kami tidak akan memberikan perlindungan. Selama ada alat bukti yang cukup, silakan ditindak,” ujarnya.
Anang menambahkan, penindakan KPK justru membantu Kejaksaan dalam upaya membersihkan internal dari oknum jaksa bermasalah. Semua jaksa yang ditetapkan tersangka sudah dicopot dari jabatan dan dinonaktifkan sementara sebagai aparatur sipil negara. Kejagung juga memastikan pemecatan permanen akan dilakukan setelah ada putusan pengadilan.
“Semua yang tersangkut kasus sudah dicopot dan dinonaktifkan sementara. Jika pengadilan menetapkan bersalah, mereka akan dipecat sebagai jaksa,” jelas Anang.

