Nama Ridwan Kamil Digoreng, Bukti Aliran Dana BJB Masih Gelap
Ridwan Kamil (Foto: Dok Kakinews.id)
Jakarta, Kakinews.id – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengkritik keras langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan dugaan korupsi dana iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) periode 2021–2023 yang menyeret nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK).
Zaenur menilai, hingga kini KPK terlihat lebih sibuk membangun narasi sensasional ketimbang membuktikan secara terang asal-usul aliran dana yang diduga diterima RK. Padahal, inti perkara korupsi adalah membuktikan sumber uang, bukan menggiring opini publik melalui isu personal.
Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat aliran dana hasil korupsi yang mengalir kepada RK. Bahkan, lembaga antirasuah itu telah memeriksa sejumlah perempuan yang dikabarkan memiliki kedekatan dengan RK, mulai dari Lisa Mariana hingga membuka peluang memeriksa istri RK, Atalia Praratya, serta aktris Aura Kasih.
Langkah tersebut dinilai Zaenur berpotensi melenceng dari prinsip penegakan hukum yang objektif.
“KPK seharusnya bekerja berdasarkan alat bukti, bukan gosip atau isu personal. Fokusnya sederhana: uang yang digunakan RK itu berasal dari mana,” tegas Zaenur, Jumat (26/12/2025).
KPK sebelumnya menyebut RK diduga membeli sebuah mobil Mercedes Benz—yang disebut milik Presiden Ketiga RI BJ Habibie—menggunakan uang hasil korupsi dalam perkara Bank BJB. Namun, hingga kini KPK belum secara terbuka memaparkan konstruksi hukum yang utuh mengenai dugaan tersebut.
“Kalau memang ada pemberian kepada perempuan tertentu, pertanyaannya bukan pada relasi pribadinya, tetapi sumber uangnya. Itu yang seharusnya menjadi concern KPK dan publik,” ujar Zaenur.
Ia menegaskan, bila dana tersebut berasal dari sumber yang sah dan merupakan harta pribadi RK, maka persoalan itu sepenuhnya berada di ranah privat dan tidak relevan untuk diungkit oleh KPK.
“Kalau uangnya sah, tidak ada urusan KPK, tidak ada urusan publik. Tapi kalau uangnya berasal dari kejahatan korupsi, maka RK wajib ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.
Zaenur menilai, pembuktian sumber dana sejatinya bukan perkara sulit bagi KPK. Lembaga antirasuah memiliki kewenangan penuh untuk menelusuri aliran dana, memeriksa transaksi mencurigakan, membuka rekening RK dan lingkar terdekatnya, hingga menelusuri komunikasi antar pihak.
“Semua instrumen itu ada di tangan KPK. Tinggal mau atau tidak digunakan secara serius,” ujar dia.
Ia mengingatkan, KPK tidak boleh menggantung perkara dan membiarkan nama seseorang rusak tanpa kejelasan hukum.
“Kalau memang terbukti ada aliran dana dari kasus BJB, tetapkan RK sebagai tersangka dan bawa ke pengadilan. Tapi kalau tidak bisa dibuktikan, nama baik Emil tidak boleh dibunuh melalui opini publik,” tegas Zaenur.
Terkait pemeriksaan terhadap sejumlah perempuan yang disebut dekat dengan RK, Zaenur menilai langkah tersebut hanya relevan jika KPK memiliki bukti adanya aliran dana hasil korupsi kepada mereka.
“Kalau tidak ada bukti aliran dana korupsi, itu murni urusan pribadi. KPK tidak boleh menjadikan isu personal sebagai substitusi dari lemahnya pembuktian,” ujarnya.
Menurut Zaenur, sikap tegas dan transparan justru akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK.
“Kalau punya alat bukti, tetapkan tersangka dan tuntut di pengadilan. Kalau tidak punya, sampaikan secara terbuka bahwa tidak ada keterkaitan RK dengan tindak pidana korupsi. Sesederhana itu,” pungkasnya.
Diketahui, dalam perkara Bank BJB ini, KPK telah melakukan penggeledahan dan menyita sejumlah aset yang dikaitkan dengan RK, termasuk satu unit mobil Mercedes Benz yang diduga dibeli dari Presiden Ketiga RI BJ Habibie serta sepeda motor Royal Enfield. Namun hingga kini, status hukum RK masih menggantung tanpa kejelasan penetapan tersangka.

