BERITA UTAMA Hukum

Penyidikan Korupsi Pajak Lambat, Konglomerat Melenggang: Ada Apa dengan Kejagung?

Penyidikan Korupsi Pajak Lambat, Konglomerat Melenggang: Ada Apa dengan Kejagung?

Ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Kalimantan Selatan, Akhmad Husaini (Foto: Dok Kakinews.id)

Jakarta, Kakinews.id – Penyidikan dugaan korupsi pajak periode 2016–2020 terus berjalan lambat. Publik makin gerah dan bertanya-tanya: siapa yang akan menjadi tersangka pertama dalam kasus bernilai jumbo yang menyerempet kepentingan ekonomi kelas atas ini? Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah memanggil dan memeriksa banyak pihak, bahkan mencegah sejumlah figur berpengaruh ke luar negeri.

Namun hingga kini, belum satu pun pelaku dinyatakan bersalah di mata hukum.

Sorotan terbesar tertuju pada Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono. Namanya mencuat setelah dicegah bepergian pada 14 November 2025.

Aneh bin ajaib, hanya dua minggu kemudian, pencekalan itu dicabut begitu saja. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, membenarkan pencabutan itu tanpa menguraikan alasan hukumnya. Celah ini membuka ruang spekulasi: apakah kekuatan modal masih bisa menggeser arah penegakan hukum?

Di sisi lain, pendekatan tegas tetap diberlakukan terhadap empat nama lain yang masih dicekal hingga 14 Mei 2026: mantan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Karl Layman, dan Heru Budijanto Prabowo. Pelaksana Tugas Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman, memastikan pencekalan itu dilakukan karena dugaan tindak pidana korupsi.

Sejumlah sumber Kakinews.id di internal penegak hukum meyakini penyidikan sudah mengarah pada skema sistematis yang diduga memperkecil kewajiban pajak perusahaan tertentu melalui rekayasa instrumen perpajakan.

Anang hanya menegaskan bahwa dugaan korupsi ini dilakukan oknum pegawai pajak di lingkungan Kementerian Keuangan. Namun publik meragukan narasi “oknum”. Jika ada perusahaan yang diuntungkan, mungkinkah mereka lepas dari proses hukum?

Respons Kementerian Keuangan pun terkesan defensif. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto memilih irit bicara. Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa justru memberi jarak, menyebut kasus ini berkaitan dengan masa lalu Tax Amnesty yang telah usai. Pernyataan itu memunculkan pertanyaan lebih mengusik: apakah birokrasi masih enggan membongkar warisan busuk di sektor pajak?

Figur Victor semakin menjadi pusat perhatian. Selain mengendalikan gurita bisnis keluarga Hartono, ia dikenal dekat dengan elite ekonomi nasional. Publik menduga pencabutan pencekalan tanpa alasan jelas mengindikasikan adanya perlakuan istimewa bagi pengusaha papan atas.

PT Djarum sendiri menyatakan siap bekerja sama dengan aparat hukum. Namun, tanpa kejelasan arah penyidikan dan tanpa pengungkapan dokumen inti, transparansi dan independensi proses ini semakin diragukan.

Kapan Kejagung benar-benar berani menetapkan tersangka? Apakah para pegawai pajak hanya dijadikan kambing hitam? Atau ada aktor besar lain yang dilindungi?

Terkait hal itu, Ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Kalimantan Selatan, Akhmad Husaini, mempertegas kegelisahan publik. “Jangan biarkan kasus sebesar ini berlarut-larut. Ketika sudah ada pemanggilan, pemeriksaan, dan pencekalan, maka Kejaksaan Agung wajib segera menetapkan tersangka,” katanya saat berbincang dengan Kakinews.id, Rabu (31/12/2025).

Ia menyoroti pencabutan pencekalan yang janggal terhadap salah satu figur kunci. “Kejagung harus buka dasar hukumnya secara terang. Mengapa begitu cepat dicabut? Keadilan tidak boleh tunduk pada tekanan modal,” tegas Akhmad.

Menurutnya, pegawai pajak bukanlah otak utama. Mereka bagian dari rantai yang lebih panjang. “Jika ada skema sistematis yang merugikan negara, jangan berhenti di oknum. Semua yang menikmati keuntungan harus bertanggung jawab pidana tanpa pandang bulu,” lanjutnya.

Akhmad mengingatkan, penetapan tersangka pertama akan menjadi indikator keberanian Kejagung. “Kasus ini menyangkut penerimaan negara dan hajat hidup rakyat. Jika aparat gentar menghadapi konglomerat, pemberantasan korupsi hanya jadi slogan kosong.”

Ia menutup pernyataannya dengan pesan keras. “Hukum harus tajam ke atas maupun ke bawah. Inilah ujian besar Kejagung: berani atau tunduk pada asa pengusaha raksasa?”

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *