BERITA UTAMA Hukum

Anak Usaha Terjerat, Induk Bisa Tersangka: Kejagung Diminta Bidik Astra Group

Anak Usaha Terjerat, Induk Bisa Tersangka: Kejagung Diminta Bidik Astra Group

Jakarta – Desakan agar Kejaksaan Agung tidak setengah hati membongkar dugaan korupsi proyek strategis nasional kian menguat. Dalam dua perkara besar—Tol Jakarta–Cikampek II Elevated (Tol MBZ) dan tata kelola minyak mentah—nama Astra Group kini berada di pusaran sorotan, menyusul keterlibatan dua anak usahanya.

Pakar hukum pidana menilai Kejaksaan Agung wajib menggandeng PPATK untuk membedah dugaan aliran dana korupsi yang berpotensi mengalir ke induk korporasi. Langkah ini dinilai krusial lantaran dua entitas di bawah payung Astra Group terseret dalam perkara berbeda namun sama-sama bernilai jumbo.

Dua anak usaha itu ialah PT Acset Indonusa Tbk dalam kasus Tol MBZ dan PT Pamapersada Nusantara pada perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejagung, PT Acset disebut menerima aliran dana mencapai Rp179,99 miliar melalui skema kerja sama operasi (KSO) Waskita–Acset. Dana itu, menurut jaksa Widya Sihombing, diterima bersama sejumlah terpidana proyek Tol MBZ untuk pekerjaan design and build ruas Cikunir–Karawang Barat.

Jaksa menegaskan, praktik tersebut berujung pada pengayaan korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp510,08 miliar. Angka itu mencakup kekurangan volume pekerjaan beton, penurunan mutu slab beton, hingga kekurangan pekerjaan steel box girder. Seluruh perhitungan kerugian didasarkan pada audit resmi BPKP.

Tak berhenti di proyek infrastruktur, nama anak usaha Astra kembali muncul dalam perkara lain. Dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, PAMA disebut memperoleh keuntungan hingga Rp958,38 miliar, terkait distribusi solar dan biosolar dengan harga di bawah pasar. Fakta tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, yang turut menyeret sejumlah perusahaan penerima fasilitas harga murah.

Atas dua fakta persidangan ini, pakar hukum pidana Universitas Borobudur Universitas Borobudur, Hudi Yusuf, menilai Kejagung tak boleh berhenti pada pelaku lapangan semata.

“Ini sudah jadi pintu masuk. Kejagung dan PPATK harus menelusuri kemungkinan aliran dana dari anak usaha ke induk. Jangan sampai negara kalah oleh korporasi besar,” tegas Hudi dikutip pada Rabu (17/12/2025).

Ia bahkan mendorong penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penggeledahan korporasi untuk membuka jejak ke mana saja dana hasil kejahatan itu mengalir.

“Kalau tidak ada yang ditutupi, kenapa takut? Tapi kalau ada ketakutan, justru itu tanda ada yang harus dibongkar,” ujarnya.

Sikap serupa disampaikan Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana. Ia menegaskan lembaganya selalu siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menelusuri dan membekukan aliran dana hasil korupsi sesuai kewenangan undang-undang.

Korporasi Perlu Ditetapkan Tersangka?

Hudi menekankan, jika terbukti terdapat aliran dana dari anak usaha ke Astra Group, maka Kejagung wajib menetapkan induk perusahaan sebagai tersangka korporasi. Presedennya, kata dia, sudah jelas—anak usaha telah didakwa dan diadili.

“Tidak ada korporasi yang kebal hukum. Kalau uang hasil korupsi masuk ke induk, maka induknya harus bertanggung jawab pidana,” ujarnya.

Ia juga menyinggung dugaan keterlibatan PAMA dalam pusaran kasus tata kelola minyak mentah Pertamina, khususnya klaster distribusi solar murah, yang nilainya nyaris menembus Rp1 triliun. “Ini bukan perkara kecil. Negara tidak boleh kompromi. Kalau ingin bersih, bersihkan sampai ke puncak,” pungkasnya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *