Andhi Pramono Didakwa Terima Gratifikasi Rp 58,9 Miliar
Mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono didakwa menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp58,9 miliar. Jumlah tersebut dari rincian Rp50.286.275.189,79, USD 264,500 atau setara dengan Rp3.800.871.000,00 dan SGD409,000 setara dengan Rp4.886.970.000,00.
“Bahwa Terdakwa sejak tanggal 22 Maret 2012 sampai dengan tanggal 27 Januari 2023 atau setidak-tidaknya pada waktu antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2023, telah menerima gratifikasi,” kata Joko Hermawan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi dikutip Tempo.co saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 22 November 2023.
Selama kurun waktu tersebut, Jaksa merinci Andhi pernah menjabat sebagai Pj. Kepala Seksi Penindakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Riau dan Sumatera Barat (2009–2012).
Kemudian, Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai V Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) B Palembang (2012–2016). Berikutnya, Kepala KPPBC TMP B Teluk Bayur (2016–2017), Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jakarta (2017–2021), dan Kepala KPPBC TMP B Makassar (2021–2023).
“Bahwa penerimaan gratifikasi tersebut ada yang diterima terdakwa secara langsung dan ada pula yang melalui rekening bank, baik rekening bank milik terdakwa maupun rekening bank atas nama orang lain yang dikuasai oleh terdakwa,” papar jaksa.
Uang haram itu diterima Andhi dari sejumlah pengusaha atau perusahaan, mulai dari perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), perusahaan yang bergerak di bidang ekspor-impor hingga perusahaan yang bergerak di bidang trading (jual beli), freight forwarder (penerus muatan), trucking (perusahaan truk), warehousing (pergudangan), dan intersulair.
Andhi, kata jaksa, tidak pernah melaporkan uang gratifikasi yang ia terima kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum. Oleh sebab itu, jaksa menilai perbuatan Andhi harus dianggap suap.
“Haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” imbuh jaksa.
Atas perbuatannya, Andhi Pramono didakwa melanggar Pasal 12B Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
Dari dakwaan tersebut, Hakim Ketua Djuyamto menyerahkan kepada terdakwa dan Penasihat Hukum untuk melakukan ekspesi satu pekan dari putusan dakwaan.
“Saya kasih waktu satu pekan. Nanti kita bertemu lagi di sidang berikutnya 29 November 2023,” kata Djuyamto.