Bareskrim Ungkap 397 Kasus TPPO Dalam Sebulan: Dijadikan PSK Sampai LC
Kabareksrim Polri Komjen Wahyu Widada mengungkap beragam modus dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dia mengatakan ada korban yang dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Hal itu disampaikan Wahyu dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024). Wahyu mengatakan salah satu tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia.
“Salah satunya perlindungan dari tindak pidana perdagangan orang,” kata Wahyu.
Dia mengatakan TPPO telah menjadi perhatian dunia karena merupakan kejahatan lintas negara atau transnational crime. Wahyu mengatakan pencegahan dan penanganan TPPO menjadi salah satu prioritas dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Pemerintah sendiri tentu memberikan perhatian yang serius melalui program prioritas dari Bapak Presiden Prabowo Subianto dan juga ditindaklanjuti oleh Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah mengarahkan kita semua untuk memaksimalkan penangkapan para pelaku TPPO serta upaya untuk menyelamatkan para saksi dan korban,” ucap Wahyu.
Dia mengatakan Kapolri meminta penegakan hukum TPPO tidak boleh kendor. Bareskrim Polri pun melaksanakan perintah itu dengan mengungkap 397 kasus TPPO sejak 22 Oktober-22 November 2024.
Ada 482 orang tersangka yang dijerat dari kasus-kasus itu. Wahyu mengatakan ada 904 orang korban TPPO yang diselamatkan.
Dia menyebut para tersangka ini diduga mengirimkan pekerja migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia (TKI) secara ilegal. Dia mengatakan para korban diberangkatkan dengan visa yang bukan untuk bekerja, tanpa pelatihan dan diberangkatkan oleh perusahaan tidak terdaftar.
“Negara tujuan para PMI tidak sesuai yang dijanjikan,” ucapnya.
Dia mengatakan para tersangka ini juga bermodus menawarkan pekerjaan di luar negeri ke para korban. Setelah di negara tujuan, para korban malah dieksploitasi menjadi PSK.
“Modusnya menawarkan pekerjaan, tetapi setelah sampai di negara yang lain tidak dipekerjakan sesuai dengan apa yang dijanjikan. Bahkan, ada beberapa pekerja kita yang dijadikan pekerja seks komersial. Namun, di dalamnya mereka dipaksa untuk menandatangani perjanjian utang seolah mereka punya utang yang harus dibayarkan,” ujar Wahyu.
“Ini adalah modus untuk mengikat mereka supaya mereka mau tetap bekerja,” sambungnya.
Dia mengatakan paspor dan berkas lain juga ditahan oleh para tersangka. Dia juga mengungkap ada eksploitasi anak.
“Contohnya memperdagangkan anak melalui aplikasi online untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Kemudian, juga dipekerjakan sebagai LC kalau di negara kita di dalam negeri, kemudian sebagai PSK disalurkan ke beberapa negara lain,” ujarnya.
Dia menyebut anak-anak itu diiming-imingi gaji besar di perusahaan, pabrik atau perkebunan di negara lain. Wahyu menyebut ada juga modus dipekerjakan sebagai anak buah kapal (ABK), namun dipindah-pindahkan ke berbagai kapal tanpa dilengkapi kemampuan sebagai ABK.
“Kalau tidak memenuhi target pekerjaan, maka mereka akan juga menerima konsekuensi yakni kekerasan dari para pelaku,” ucapnya.
Para tersangka dijerat pasal 4 UU Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta. Mereka juga bakal dijerat pasal 81 UU Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun. (Detik.com)