Buron Minyak Riza Chalid Diduga Berlindung di Malaysia, MAKI Bongkar ‘Keistimewaan’
Riza Chalid (Foto: Istimewa)
Jakarta, Kakinews.id – Pengusaha minyak M. Riza Chalid masih menjadi target pencarian aparat penegak hukum atas dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga berawal dari penyimpangan dalam pengelolaan minyak mentah PT Pertamina. Status tersangka telah ditetapkan pada Juli 2025, dan hingga kini Kejaksaan Agung terus mengupayakan penangkapannya.
Indikasi keberadaan Riza di Malaysia kembali disinggung oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto. Ia tidak menampik informasi tersebut meski belum bisa memaparkan detail lebih jauh.
“Kelihatannya masih ya (di Malaysia),” ujar Agus singkat saat ditemui di Jakarta Selatan dikutip pada Rabu (31/12/2025).
Kejagung memastikan bahwa berbagai langkah hukum telah ditempuh mulai dari pencekalan, penetapan sebagai buronan, pencabutan paspor hingga koordinasi dengan Interpol. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, menekankan bahwa tim masih bekerja aktif.
“Kami terus monitor keberadaannya, tapi yang jelas penyidik terus berkoordinasi dengan Interpol untuk bisa menangkap MRC,” kata Febrie.
Ia menambahkan, “Kalau di dalam negeri kami terus mengungkap aset-asetnya dan ini perlu waktu.”
Sejumlah rumah dan kendaraan yang diduga terkait dengan keluarga maupun rekan bisnis Riza telah berhasil dikuasai penyidik. Namun penelusuran aset yang menggunakan nama pihak lain terus dilakukan dan tidak menutup kemungkinan merambah ke luar negeri.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menilai jaringan bisnis yang dibangun puluhan tahun oleh Riza sulit terputus hanya karena status hukum. Ia menyebut masih ada pelaku usaha yang berkepentingan dan tetap menjalin komunikasi.
“Ada beberapa orang Indonesia yang masih berkomunikasi membahas bisnis-bisnis yang selama ini ditangani Riza. Beberapa melihat peluang meskipun hanya sebagai subkontraktor atau vendor,” ungkap Boyamin.
Menurutnya, kapasitas dan koneksi yang dimiliki tersangka membuat proses pemulangan ke Indonesia tidak sederhana. Ia juga menyebut adanya indikasi dokumen kewarganegaraan ganda.
“Karena memang ya mau tidak mau Riza Chalid selain diduga punya paspor di luar Indonesia setidaknya dua dari negara SKN dan SPS,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Rasanya susah Riza Chalid dipulangkan dan disidangkan di Indonesia.”
Boyamin juga menyinggung dugaan bahwa Riza memperoleh keistimewaan tinggal di Malaysia melalui hubungan keluarga dari pernikahan kedua yang berkaitan dengan kesultanan setempat. Kondisi itu dinilai menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia.
Komisi Kejaksaan turut mengawasi proses pengejaran ini. Komisioner Nurokhman menyampaikan bahwa Kejagung telah memberikan penjelasan rinci terkait hambatan yang dihadapi, namun tidak seluruhnya dapat disampaikan kepada publik.
“Kami mendorong Kejagung mengambil upaya ekstradisi,” ucap Nurokhman.
Boyamin menilai upaya tersebut membutuhkan inisiatif politik tingkat tinggi. Ia meyakini komunikasi langsung antara pimpinan negara dapat membuka peluang diplomatik yang lebih luas.
“Harus ada barter apa yang diberikan, tidak semata-mata uang, misalnya fungsi diplomatik atau bahkan sampai level perdagangan,” ujarnya.
Jika seluruh mekanisme internasional masih belum membuahkan hasil, Boyamin menyarankan agar proses hukum tetap berjalan melalui mekanisme in absentia.
“Setidaknya kalau kloter pertama ini sudah selesai dan terbukti bersalah, maka saya akan meminta sidang in absentia kepada Riza Chalid,” kata Boyamin. “Kalau tidak disidangkan, ya saya gugat praperadilan supaya ada kepastian hukum.”

