Peristiwa

Dinkes Banjar Selidiki Temuan Ulat pada Hidangan Program MBG di Karang Intan

Dinkes Banjar Selidiki Temuan Ulat pada Hidangan Program MBG di Karang Intan

Martapura – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Banjar melakukan penyelidikan terkait temuan ulat pada hidangan sayur dalam Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah di Kecamatan Karang Intan. Kasus ini mencuri perhatian publik setelah videonya beredar luas di media sosial.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Banjar, dr. Widya Wiri Utami, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim dari Puskesmas Karang Intan II untuk meninjau langsung lokasi sekolah dan dapur penyedia makanan.

“Saat ini kami masih melakukan investigasi. Tim dari puskesmas sedang melakukan pemeriksaan lapangan. Setelah hasilnya keluar, baru bisa kami sampaikan secara resmi,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).

Widya menjelaskan, pemeriksaan dilakukan tidak hanya pada sekolah tempat temuan ulat itu ditemukan, tetapi juga pada dapur penyedia makanan yang menjadi sumber pasokan hidangan program MBG.

“Kami belum bisa memastikan dapur SPPG mana yang mengirimkan makanan tersebut. Tim lapangan akan memverifikasi setelah pemeriksaan di lokasi,” terangnya.

Menurutnya, laporan awal mengenai insiden ini berasal dari unggahan masyarakat di media sosial, namun Dinkes tetap melakukan verifikasi faktual agar informasi yang beredar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

“Awalnya kami mengetahui dari TikTok, tetapi tentu harus dipastikan dulu kebenarannya melalui pemeriksaan lapangan,” kata Widya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinkes Banjar, dr. Noripansyah, menilai keberadaan ulat dalam sayur bukan berarti bahan makanan tersebut berbahaya secara kimiawi. Meski begitu, temuan tersebut tetap menunjukkan adanya masalah kebersihan dalam proses pengolahan makanan.

“Kalau ada ulat, justru bisa jadi tandanya sayur itu tidak disemprot insektisida. Namun dari sisi sanitasi, tentu tidak baik karena menunjukkan sayur kurang bersih sebelum diolah,” jelasnya.

Ia menambahkan, hal ini kemungkinan besar disebabkan pencucian bahan yang kurang optimal atau minimnya pemahaman penjamah makanan terhadap praktik kebersihan yang benar.

“Bagian yang ada ulatnya seharusnya dibuang sebelum dimasak. Jadi persoalannya lebih ke kebersihan dapur dan keterampilan pengelolaan bahan makanan,” pungkas Noripansyah.

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *