Berita Utama Peristiwa

Dua Kecelakaan Kapal, Kondisi Cuaca Masih Ekstrem dan Dinamis

Dua Kecelakaan Kapal, Kondisi Cuaca Masih Ekstrem dan Dinamis

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan peringatan dini ihwal cuaca buruk harus diperhatikan dengan seksama, terutama pada liburan ketika aktivitas bepergian meningkat.

Dua kecelakaan kapal terbaru, masing-masing di perairan Maluku dan di Selat Bali, menjadi pengingat bahwa kondisi cuaca masih dinamis dan tergolong ekstrem. Cuaca ekstrem itu meliputi hujan besar, angin kencang, dan gelombang laut tinggi.

“Kondisi ini nampaknya sesuai dengan peringatan dini yang sudah kami keluarkan sejak H-1 bahkan sepekan sebelumnya, baik untuk sektor publik, pelayaran, maupun penerbangan,” ujar Dwikorita melalui keterangan tertulis, Kamis, 3 Juli 2025.

Meski sebagian wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau, dia menyebut kondisi atmosfer dan laut masih sangat dinamis. Dua kecelakaan kapal yang menewaskan total enam penumpang hanya terpaut dua hari. Dalam satu satu kasus, longboat yang terbalik menewaskan dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) peserta Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di perairan Pulau Wahr, Manyeuw, Kabupaten Maluku Tenggara. Faktor gelombang tinggi juga turut menyebabkan tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di Perairan Selat Bali.

Data BMKG, menurut Dwikorita, menunjukkan masih ada hujan dengan kategori melebihi normal di 53 persen wilayah Indonesia. Wilayahnya mencakup Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua. “Cuaca ekstrem juga masih berlangsung hingga awal Juli ini,” kata dia.

Sebagai bukti, Stasiun Geofisika Deli Serdang di Sumatera Utara masih mencatat curah hujan ekstrem 142 milimeter pada 2 Juli lalu. Di saat yang sama, Stasiun Meteorologi Rendani Papua Barat juga mencatat curah hujan 103 milimeter.

Dwikorita mengimbau seluruh operator transportasi darat, laut, dan udara lebih aktif memantau dan mematuhi peringatan dini dari BMKG. Kepatuhan terhadap informasi meteorologi, kata dia, harus menjadi bagian dari prosedur standar operasional transportasi.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan dinamika saat ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor global dan regional. Meski fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) berada di fase kurang aktif, kondisi atmosfer masih sangat labil akibat lemahnya Monsun Australia dan aktifnya gelombang ekuator seperti Rossby dan Kelvin. Hal ini menyebabkan udara di wilayah selatan Indonesia tetap lembap.

“Dan mendukung pembentukan awan hujan, bahkan di wilayah-wilayah yang secara klimatologis seharusnya sudah memasuki musim kemarau,” ucap Guswanto.

Kondisi laut juga memperparah potensi cuaca ekstrem. Bibit siklon tropis 98W yang terpantau di sekitar Luzon memang tidak berdampak langsung ke Indonesia, namun membuat kecepatan angin di Laut Cina Selatan meningkat.

Sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera dan Samudera Pasifik utara Papua Nugini juga menciptakan zona konvergensi dan konfluensi di beberapa perairan Indonesia, seperti Laut Jawa, Laut Flores, dan wilayah Maluku bagian utara. “Fenomena ini meningkatkan risiko gelombang tinggi dan hujan lebat di perairan terbuka,” kata Guswanto. (Tempo.co)

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *