Gelar Perkara Rampung, Tim Roy Suryo Klaim Temukan Anomali Baru pada Ijazah Jokowi
Jakarta – Tim kuasa hukum Roy Suryo mengungkapkan adanya sejumlah temuan baru usai gelar perkara khusus yang digelar di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (15/12/2025). Salah satu pengacara, Ahmad Khozinudin, menyebut ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, memang telah diperlihatkan penyidik, namun hal itu dinilai belum membuktikan keaslian dokumen tersebut.
Menurut Khozinudin, tindakan penyidik hanya sebatas menunjukkan barang bukti yang saat ini berada dalam status sitaan, bukan menarik kesimpulan hukum terkait autentisitas ijazah Jokowi.
“Yang ditampilkan dalam gelar perkara hanya memastikan bahwa dokumen itu berada dalam penguasaan penyidik. Itu bukan pernyataan bahwa ijazah tersebut asli,” ujar Khozinudin kepada wartawan.
Ia menjelaskan, ijazah yang ditunjukkan saat gelar perkara memiliki karakteristik yang sama dengan dokumen yang selama ini beredar di ruang publik. Bahkan, kata dia, kesamaan itu juga ditemukan dengan ijazah yang sebelumnya telah dianalisis oleh pihak Roy Suryo.
“Ciri paling mudah dikenali adalah foto pria berkacamata. Artinya, ijazah yang selama ini tidak ditampilkan, pada akhirnya identik dengan dokumen yang pernah diunggah oleh Dian Sandi dari PSI,” tuturnya.
Khozinudin menegaskan, pihaknya kini memilih menunggu proses persidangan. Ia menilai, hanya majelis hakim yang memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apakah ijazah tersebut sah atau tidak.
“Penyidik tidak memiliki otoritas menyimpulkan keaslian alat bukti. Penilaian itu ada di pengadilan,” tegasnya.
Sementara itu, Roy Suryo mengaku menemukan sejumlah kejanggalan tambahan setelah melihat langsung ijazah Jokowi dalam gelar perkara. Roy sendiri merupakan salah satu tersangka dalam perkara dugaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu.
Kejanggalan pertama, menurut Roy, berkaitan dengan kondisi fisik kertas ijazah yang dinilai terlalu baik untuk dokumen yang diterbitkan lebih dari empat dekade lalu. Ia mengingatkan bahwa Jokowi tercatat lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada pada tahun 1985.
“Saya ragu itu berusia 40 tahun lebih. Kualitas fotonya terlalu tajam dan terlihat seperti cetakan baru, bukan produk teknologi tahun 1980-an,” kata Roy usai gelar perkara di Polda Metro Jaya.
Ia juga menyoroti adanya garis di sisi kiri dokumen yang menurutnya tidak lazim ditemukan pada ijazah resmi. Temuan tersebut memperkuat dugaan bahwa dokumen yang diperlihatkan merupakan hasil cetak ulang.
Selain itu, Roy mempertanyakan warna logo UGM pada ijazah. Ia berpendapat, tinta pada dokumen lama semestinya mengalami degradasi warna. Namun, logo yang terlihat justru masih tampak solid dan tajam.
“Dalam istilah Jawa, harusnya mbleber—warna melebar atau pecah karena usia tinta. Tapi ini sama sekali tidak. Justru seperti hasil printer dengan tinta modern,” ujarnya.
Roy juga mengklaim tidak menemukan unsur watermark maupun embos pada ijazah tersebut. Kejanggalan lain, lanjut dia, terletak pada urutan proses pencetakan. Berdasarkan contoh ijazah UGM lain yang dimilikinya, pencetakan dilakukan dengan teks lebih dulu, baru logo. Namun, pada ijazah Jokowi, Roy menilai proses itu terbalik.
“Yang terlihat justru logo dicetak lebih dulu, warnanya pun bukan emas, lalu baru teks. Ini berbeda dengan standar yang saya ketahui,” jelasnya.
Berdasarkan rangkaian temuan itu, Roy Suryo menyatakan keyakinannya bahwa ijazah Jokowi tidak autentik. Meski demikian, ia mengakui keputusan akhir tetap berada di tangan pengadilan.

