Hari Ini, MK Bacakan Putusan Dua PHPU PSU Pilkada Banjarbaru

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan atas dua gugatan PHPU pemungutan suara ulang Pilkada Banjarbaru pada Senin, 26 Mei 2025. Sidang putusan ini menentukan apakah PHPU PSU Pilkada Banjarbaru berlanjut ke pembuktian atau tidak.
MK telah menggelar sidang pemeriksaan Pemohon dan Termohon. LPRI Kalsel selaku Pemohon PHPU Perkara Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025, serta Udiansyah selaku Pemohon PHPU Nomor 319/PHPU.WAKO-XXII/2025.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar Kamis (15/5/2025) dan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Syarifah mengungkapkan bahwa dirinya mengalami intimidasi dan tekanan setelah mengajukan permohonan ke MK. Ia menyebut izin LPRI sebagai lembaga pemantau telah dicabut, bahkan dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum.
“Kami tidak mengerti. Menjelang sidang, KPU, Bawaslu, dan Gakkumdu justru mencabut akreditasi pemantau kami dan memproses kami secara hukum. Saya merasa ini bagian dari upaya menghalangi proses hukum yang sedang kami tempuh,” ujar Syarifah di hadapan majelis hakim.
Syarifah juga menyebut adanya tekanan dari berbagai pihak agar mencabut gugatan, namun ia menegaskan akan tetap melanjutkan perjuangan. “Insyaallah kami tidak akan mundur. Sekali maju, pantang menyerah melawan ketidakadilan,” tegasnya.
Sementara itu, Muhamad Pazri selaku kuasa hukum para Pemohon, menyampaikan bahwa telah terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama PSU. Ia menyebut ada praktik politik uang, ketidaknetralan aparatur negara, serta intimidasi terhadap pemilih dan pemantau pemilu.
“Dalam PSU Banjarbaru terjadi apa yang kami sebut DUIToktasi, yakni demokrasi yang dibajak melalui politik uang dan intimidasi,” kata Pazri. Ia juga menyebut nama Ghimoyo, mantan CEO Jhonlin Group yang kini menjabat Direktur Utama BUMN dan dikenal sebagai Presiden Relawan Dozer, sebagai salah satu aktor yang diduga terlibat.
Menurut Pazri, pasangan calon tunggal Erna Lisa Halaby dan Wartono didukung oleh 13 partai politik dan memperoleh 36.135 suara sah atau 31,5 persen. Sementara itu, suara tidak sah mencapai 78.736 atau 68,5 persen. Permohonan ini, lanjutnya, merupakan bentuk “jihad konstitusional” demi menegakkan prinsip pemilu yang luber dan jurdil.
Denny Indrayana selaku kuasa hukum Pemohon lainnya menambahkan bahwa praktik politik uang terjadi hampir di seluruh kecamatan. Ia menyoroti pernyataan Ghimoyo yang mengatakan, “dari 75.000 kita siram” yang dinilai sebagai upaya menyuap pemilih.
Ia juga mengkritik intimidasi terhadap pemohon, termasuk pemanggilan oleh Bawaslu dan Polres Banjarbaru, serta pencabutan akreditasi lembaga pemantau.
Dalam permohonan tersebut, para pemohon turut menyoroti sejumlah kejanggalan teknis, di antaranya tidak adanya panduan teknis di TPS untuk memilih antara calon tunggal dan kolom kosong, perbedaan daftar pemilih tetap (DPT) antara Pilkada 27 November 2024 dan PSU 19 April 2025, minimnya sosialisasi kepada pemilih sertad istribusi undangan memilih yang tidak merata.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kalimantan Selatan Nomor 69 Tahun 2025 tentang Penetapan Hasil PSU Pilwalkot Banjarbaru. Selain itu, Pemohon meminta agar MK menyatakan hasil perolehan suara PSU yang sah menurut versi pemohon adalah Pasangan Erna Lisa Halaby & Wartono didiskualifikasi dan Kolom kosong 51.415 suara. Kemudian, Pemohon meminta MK memerintahkan KPU RI untuk mengambil alih pelaksanaan PSU ulang Pilwalkot Banjarbaru pada 27 Agustus 2025 dengan mengulang seluruh tahapan pemilihan sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2024.
Sebagai informasi, MK mengabulkan sebagian permohonan Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara, Muhamad Arifin terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Wali Kota (PHPU Walkot) Kota Banjarbaru dengan Perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 pada Senin (24/2/2025). MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan menghadirkan kolom kosong.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan Pilwalkot Kota Banjarbaru sesungguhnya bukanlah pemilihan sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. Pemilihan (Kota Banjarbaru) yang dilaksanakan demikian merupakan bentuk pemilihan di mana kepala daerah tidak dipilih secara demokratis, sehingga nyata-nyata bertentangan dengan amanat Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa ‘Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis’.
Kuasa hukum KPU Kalimantan Selatan dan kuasa hukum Bawaslu Kota Banjarbaru selaku Termohon dalam petitumnya memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya, serta menguatkan keputusan KPU Kalsel Nomor 69 Tahun 2025 tentang Penetapan Hasil PSU Pilakda Banjarbaru.
Kedua Termohon itu membacakan Petitum saat agenda mendengarkan jawaban Termohon, keterangan pihak terkait dan keterangan Bawaslu serta pengesahan alat bukti para pihak, di sidang panel perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Perkara Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan Nomor 319/PHPU.WAKO-XXII/2025, di gedung MK, pada Selasa, 20 Mei 2025.
Anas Malik, kuasa hukum Termohon dari PHPU Nomor 319, mengatakan bahwa Pemohon atas nama Udiansyah tidak punya legal standing karena bukan peserta Pilkada Kota Banjarbaru. Oleh karena itu, Termohon memohon majelis hakim MK agar menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Selain itu, Bawaslu Kota Banjarbaru belum pernah menerima pengaduan dugaan politik uang dari dua Pemohon, baik Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia Kalimantan Selatan (LPRI Kalsel) dan Udiansyah.
Hakim Panel PHPU Nomor 318 dan 319 terdiri atas Arief Hidayat (Ketua Panel), Anwar Usman, dan Enny Nurbaningsih.