BERITA UTAMA KPK RI

Kasi Datun Kejari HSU Tri Taruna Menghilang, Siap-siap jadi Buronan KPK

Kasi Datun Kejari HSU Tri Taruna Menghilang, Siap-siap jadi Buronan KPK

Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Tri Taruna Fariadi (TAR) (Foto: Kakinews/Repro/Net/Ist)

Jakarta, Kakinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memburu Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Tri Taruna Fariadi (TAR), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan dalam penegakan hukum. Tri berpotensi masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) apabila tidak kooperatif.

Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa penyidik saat ini masih melakukan pencarian intensif terhadap Tri yang tidak terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kalimantan Selatan.

“Kami sedang berupaya mencarinya. Langkah selanjutnya adalah menerbitkan daftar pencarian orang,” kata Asep di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025).

Asep menegaskan, penetapan status buron tidak bisa dilakukan secara serta-merta. KPK terlebih dahulu akan melayangkan pemanggilan resmi terhadap Tri. Namun, apabila yang bersangkutan tetap tidak ditemukan, DPO akan segera diterbitkan.

“Terhadap yang bersangkutan sedang dilakukan pencarian. Apabila upaya ini tidak membuahkan hasil, tentu akan kami terbitkan DPO,” ujarnya.

KPK juga memastikan koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan guna melacak keberadaan Tri. Selain itu, penyidik akan menghubungi pihak keluarga agar tersangka menyerahkan diri.

“Biasanya yang bersangkutan lari atau bersembunyi ke kenalan atau keluarga. Itu juga menjadi jalur yang kami tempuh,” kata Asep.

Sementara itu, dua tersangka lain dalam perkara ini telah lebih dulu ditahan, yakni Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertus Parlinggoman (APN) dan Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU Asis Budianto (ASB).

Dalam kasus dugaan pemerasan tersebut, ketiganya dijerat Pasal 12 huruf e dan f UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Pasal 64 KUHP.

Kasus ini kembali menyorot praktik penyalahgunaan kewenangan di internal aparat penegak hukum dan menjadi ujian serius bagi komitmen pemberantasan korupsi lintas institusi.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *