Kejagung Ungkap Peran Tiga Hakim Terkait Dugaan Suap Perkara

Kejaksaan Agung mengungkap bahwa tiga tersangka baru kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima uang total Rp22 miliar. Ketiga tersangka itu adalah hakim Agam Syarif Baharuddin, hakim Djuyamto, dan hakim Ali Muhtarom.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus), Abdul Qohar, menyatakan, ketiga tersangka pertama kali menerima uang dari tersangka Muhammad Arif Nuryanta yang merupakan Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan senilai Rp4.500.000.000. Kemudian, uang tersebut dibagi rata antara ketiga tersangka.
“Uang Rp4.500.000.000 tersebut dimasukkan ke dalam goodie bag yang dibawa oleh tersangka ASB (Agam Syarif Baharuddin),” kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin (14/4/2025) dini hari.
Qohar merinci, uang tahap kedua diberikan tersangka Arif dalam mata uang dolar Amerika yang setara dengan Rp18.000.000.000. Kali ini, uang diberikan langsung kepada tersangka Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim.
Menurut Qohar, Djuyamto langsung memberikan uang itu kepada dua tersangka lainnya di depan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Pusat. Dalam pembagiannya, tersangka Agam mendapatkan Rp4,5 miliar; tersangka Ali mendapatkan Rp5 miliar; dan tersangka Djuyamto memperoleh Rp6 miliar yang di mana Rp300 jutanya dibagikan ke panitera.
“Di mana sisanya? Ini lah yang masih kami kembangkan. Apakah sisanya masih ada yang dibagi kepada orang lain, atau kah seluruhnya dikuasai atau dalam penguasaan yang bersangkutan, yaitu tersangka MAN,” tutur Qohar.
Qohar menambahkan, uang tersebut diberikan dengan tujuan pembacaan putusan ontslag atas perkara korupsi CPO. Pembacaan putusan sendiri dilakukan pada 19 Maret 2025.
“Kepada ketiga tersangka dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” ungkap dia.
Ketiga tersangka disangkakan Pasal 12 huruf c jo Pasal 12 B jo Pasal 6 Ayat (2) jo Pasal 18 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Tirto.id)