Kisruh Pilkada Banjarbaru, Uhaib: Wartono Perlu Diperiksa Karena Bagian Aditya

Kakinews.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru resmi membatalkan pencalonan pasangan Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru untuk Pilkada 2024.
Pembatalan tersebut disampaikan dalam surat keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 124 Tahun 2024 yang ditetapkan pada Kamis (31/10/2024). Ketua KPU Kota Banjarbaru, Dahtiar, mengumumkan keputusan ini dalam sebuah pernyataan resmi.
Keputusan KPU Kota Banjarbaru ini menetapkan pembatalan H Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru tahun 2024.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Universitas Islam Kalimantan, Muhammad Uhaib As’ad, menegaskan bahwa persoalan yang terjadi di Kota Banjarbaru saat ini akan menjadi catatan sejarah kelam demokrasi Provinsi Kalimantan Selatan.
“Sejak awal saya katakan di berbagai kesempatan, ini persoalan proyek politik yakni skenario kotak kosong yang sudah disetting sejak awal, perlu diketahui, paslon nomor satu, Erna Lisa Halaby dan Wartono ini didukung parpol yang sangat besar termasuk elit-elit politik yang termuat disana,” ucap Uhaib lewat keterangan tertulis kepada Kakinews.id, Sabtu (2/11/2024).
Dijelaskannya, hal tersebut memang merupakan persoalan proyek politik oleh oligarki yang melakukan settingan agar paslon nomor urut 1 tidak punya lawan alias kotak kosong.
Disinggung soal Wartono si pelapor, Uhaib merasa bingung. Sebab, pelapor merupakan wakil dari terlapor yang artinya kedua orang tersebut merupakan satu paket saat menjabat wali kota dan wakil wali Kota Banjarbaru periode 2020-2024. “Wartono ini merupakan bagian dari Aditya waktu itu,” bebernya.
“Menurut saya, Wartono ini hanya menjadi corong bagi proyek politik oligarki yang berada di belakang paslon nomor satu. Wartono ini hafal isi perut Aditya itu, Wartono ini juga perlu diperiksa, karena ini merupakan bagian dari Aditya saat itu, satu paket. Jangan juga Wartono ini seperti Malaikat,” tambah Uhaib.
Disisi lain, ia mendukung tentang penegakan aturan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di seluruh lapisan. Akan tetapi, Uhaib menyayangkan upaya penegakan demokrasi itu masih tanggung dan tebang pilih.
Bukan tanpa alasan, Uhaib menyebut tebang pilih itu berdasar pada Keputusan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kalsel dan Surat Keputusan Pembatalan Calon yang dirilis KPU terlalu terburu-buru.
Uhaib menegaskan semua keputusan harus melewati mekanisme dan prosedur yang berlaku. Ia tetap bersikukuh menyebut demokrasi Kota Banjarbaru saat ini tengah mati suri.
“Perlu saya sampaikan kepada Anda, ini kepentingan politik yang bermain didalam jaringan partai politik dan oligarki untuk mematikan Aditya, saya tidak membela Aditya atau Lisa. Saya tidak punya kepentingan dalam hal ini, tapi saya murni sebagai akademisi melihat persoalan ini kenapa baru dimunculkan di saat menjelang Pilkada,” papar Uhaib.
Atas dasar itu, Uhaib turut mendukung tim hukum Aditya yang kemudian mengajukan banding atas keputusan KPU. “Bahkan Wartono juga harus diperiksa, artinya kan Aditya ini jadi musuh bersama oleh partai pendukung 01 itu,” katanya.
“Ini menjadi satu kecelakaan demokrasi di Kalimantan Selatan, barusan ada kejadian seperti ini dan ini sarat akan kepentingan politik, marilah penyelenggara pemilu saat ini kita berfikir waras ini merupakan kepentingan politik bagaimana membunuh Aditya dari awal, tidak diberi bernafas oleh saingan nomor satu ini,” sambung Uhaib.
Ia menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan investigasi agar mengetahui betul bagaimana kebenarannya. Sebab Uhaib mengaku sanksi jika paslon nomor urut satu juga bersih.
“Dimana bersih Pilkada Kalimantan Selatan ini, baik itu pemilihan gubernur, bupati maupun walikota, dimana itu sama culas semua dan KPU Bawaslu nya juga diam semua. Jadi kalau mau fair play saja,” tegas Uhaib.
Menurutnya, eliminasi atas paslon nomor dua, itu berpotensi memicu konflik politik yang sangat besar. Hal ini, ujarnya, yang tidak dihitung oleh Bawaslu maupun KPU setempat. Disebutkannya berpotensi terjadi konflik sosial, kekerasan massa yang tidak menerima kejadian itu.
“Bisa enggak KPU atau Bawaslu ini menghitung fanatisme dukungan, dan ini bukan sekedar bakul juara atau apa, tapi ini kemarahan pendukung Aditya dan itu akan memicu konflik politik melawan 01 dan ini tidak mustahil. Jadi saya minta berfikir, karena akhirnya ini akan menjadi kekerasan politik,” pesannya.
“Jangan hanya alasan temuan itu lalu proses ini menurut saya Wartono sekali lagi harus diperiksa juga karena merupakan bagian dari oligarkinya Aditya juga, dan Wartono tahu isi perutnya Aditya. Kemudian jadi wakilnya Lisa, ini sebenarnya pengkhianat juga,” ujar Uhaib.
Ia menambahkan bahwa dirinya mengetahui persis siapa yang berada dibelakang 01, yang kemudian paslon Aditya ini sejak awal harus dimatikan, lalu kemudian skenario kotak kosong yang terjadi.
“Saya kan sudah ngomong dimana-mana seperti ini, apalagi saat ini elektabilitas 02 sedang naik-naiknya, itu saja pesan saya,” tutup Uhaib.
Sebelumnya, Pembatalan pencalonan pasangan Aditya-Said merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Selatan. Rekomendasi tersebut disampaikan Bawaslu setelah menerima laporan dugaan pelanggaran pemilu yang diajukan oleh calon wakil Wali Kota Banjarbaru nomor urut 01, Wartono.
Bawaslu Kalimantan Selatan menyatakan bahwa laporan Wartono mencakup dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pasangan Aditya-Said dalam pelaksanaan program pemerintah, yaitu Program Angkutan Juara dan Pembagian Sembako Bakul Juara.
Ketua Bawaslu Kalsel, Aries Mardiono, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengumpulan bukti dan keterangan yang menguatkan dugaan pelanggaran tersebut. Menurut Aries, bukti-bukti ini cukup kuat untuk memberikan rekomendasi pembatalan pencalonan.
Komisioner Bawaslu Kalsel, Muhammad Radini menambahkan, bahwa ada dua alat bukti yang cukup untuk memenuhi syarat hukum terkait pelanggaran pemilu. Berdasarkan hasil penyelidikan, Bawaslu Kalsel kemudian memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menindaklanjuti status pencalonan pasangan Aditya-Said.
“Dengan terpenuhinya dua alat bukti sesuai Pasal 71 ayat 3, kami merekomendasikan agar KPU melakukan kajian hukum lebih lanjut terkait status pencalonan Paslon 02,” ujar Radini.
Aditya Mufti Ariffin dan kuasa hukumnya menolak putusan tersebut. Aditya menganggap laporan ini seharusnya diajukan di Bawaslu Kota Banjarbaru, bukan Bawaslu Provinsi. Menurutnya, ada penyalahgunaan wewenang dalam penanganan laporan ini.
Selain itu, Aditya juga menuding bahwa program yang dijadikan dasar laporan sebenarnya adalah program yang dikelola oleh Wartono dalam kapasitasnya sebagai Wakil Wali Kota aktif saat itu.