Komisi Kejaksaan Usulkan Denda Damai Untuk Kasus Korupsi Kecil

Komisi Kejaksaan (Komjak) ingin adanya perubahan perspektif dalam menghukum koruptor. Selama ini, publik kadung menganggap bahwa korupsi merupakan extraordinary crime alias kejahatan luar biasa. Namun, penindakan kasus korupsi di Tanah Air tak kunjung mengurangi kejahatan rasuah itu sendiri.
Ketua Komjak Pujiyono Suwadi mengatakan, kasus-kasus megakorupsi yang pernah ditangani Kejaksaan Agung seperti Jiwasraya dan ASABRI belum dapat mengembalikan kerugian keuangan negara secara maksimal. Kendati demikian, publik tepuk tangan saat majelis hakim menjatuhkan pidana penjara yang berat kepada para pelaku.
“Tapi substansi bahwa kerugian negara tidak kembali, kita nisbikan. Ini perspektif yang menurut saya perlu kita geser bahwa yang utama itu adalah pengembalian kerugian negara sebagai primum action dalam penegakan hukum di bidang tindak pidana ekonomi, khususnya tipikor,” terangnya kepada Media Indonesia, Kamis, 26 Desember 2024.
Untuk menyelesaikan tindak pidana ekonomi, Pujiyono menerangkan bahwa Indonesia sudah memiliki undang-undang yang mengatur soal denda damai. Regulasi itu tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k UU Nomor 11/2021 tentang Kejaksaan.
Ia menjelaskan, beleid itu memberi exclusive authority atau kewenangan khusus bagi Jaksa Agung guna menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara lewat denda damai. Kendati demikian, Pujiyono menggarisbawahi bahwa masih diperlukan kajian untuk menentukan dapat tidaknya semua kasus korupsi diselesaikan lewat denda damai.
Komjak sendiri menilai, denda damai dapat diberlakukan bagi kasus-kasus korupsi dengan kerugian kecil. Sementara, pelaku kasus yang mengakibatkan kerugian besar tetap harus dihukum penjara. Aturan turunan lebih lanjut juga perlu menjelaskan berapa besaran denda damai dari sebuah perkara yang harus dibayar pelaku.
“Itu harus didisukusikan pada aturan yang lebih jelas, di aturan turunan. Lewat Peraturan Jaksa Agung juga cukup,” ungkapnya. (Metrotvnews.com)