BERITA UTAMA Hukum

Korupsi Infrastruktur dan Energi Seret Anak Usaha Astra Group: PPATK Sudah Kantongi Data, Kejagung Diminta Bertindak

Korupsi Infrastruktur dan Energi Seret Anak Usaha Astra Group: PPATK Sudah Kantongi Data, Kejagung Diminta Bertindak

Jakarta — Kejaksaan Agung didesak mengusut tuntas dugaan aliran dana korupsi proyek Tol Jakarta–Cikampek II Elevated (MBZ) serta perkara tata kelola minyak mentah yang disebut-sebut mengalir hingga ke level induk korporasi, Astra Group.

Desakan tersebut menguat setelah dua anak usaha raksasa otomotif itu terseret dalam dua perkara korupsi bernilai jumbo di sektor infrastruktur dan energi—dua sektor strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menegaskan lembaganya telah lama melakukan analisis transaksi keuangan terkait kedua perkara tersebut sejak ditangani Kejaksaan Agung.

“Kami sudah melakukan analisis dan hasilnya telah kami sampaikan kepada penyidik Jampidsus sejak lama. Analisis itu bahkan kami kirimkan lebih dari satu kali,” ujar Ivan kepada kakinews.id, Rabu (17/12/2025).

Namun saat ditanya apakah aliran dana tersebut menjangkau induk korporasi, Ivan enggan membeberkan detail. Ia menegaskan, PPATK hanya dapat membuka informasi aliran dana berdasarkan permintaan resmi penyidik.

“Detail aliran dana tidak bisa kami sampaikan ke publik. Namun jika Kejagung membuka penyidikan baru, PPATK siap membantu, termasuk menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” tegasnya.

Desakan agar Kejaksaan Agung menggandeng PPATK secara maksimal dinilai krusial, mengingat dua entitas di bawah payung Astra Group terseret dalam perkara berbeda namun sama-sama bernilai fantastis.

Anak usaha pertama, PT Acset Indonusa Tbk, terseret dalam kasus korupsi proyek Tol MBZ. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Acset disebut menerima aliran dana Rp179,99 miliar melalui skema kerja sama operasi (KSO) Waskita–Acset untuk pekerjaan design and build ruas Cikunir–Karawang Barat.

Jaksa menyatakan praktik tersebut berujung pada pengayaan korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp510,08 miliar, berdasarkan audit resmi BPKP. Kerugian itu meliputi kekurangan volume beton, penurunan mutu slab beton, hingga pekerjaan steel box girder yang tidak sesuai spesifikasi teknis.

Perkara kedua menyeret PT Pamapersada Nusantara (PAMA) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, PAMA disebut mengantongi keuntungan hingga Rp958,38 miliar dari distribusi solar dan biosolar dengan harga di bawah pasar.

Kasus ini berkaitan erat dengan klaster distribusi energi murah dalam pusaran perkara tata kelola minyak mentah di lingkungan Pertamina.

Pakar hukum pidana Universitas Borobudur, Hudi Yusuf, menilai Kejaksaan Agung tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan atau anak usaha semata.

“Ini sudah pintu masuk. Kejagung dan PPATK wajib menelusuri kemungkinan aliran dana dari anak usaha ke induk korporasi. Jangan sampai negara kalah oleh korporasi besar,” tegasnya.

Ia bahkan mendorong penggeledahan korporasi guna membuka secara terang ke mana dana hasil kejahatan tersebut mengalir.

“Kalau tidak ada yang ditutupi, kenapa takut? Tapi kalau ada ketakutan, justru itu sinyal ada yang harus dibongkar,” ujarnya.

Menurut Hudi, bila terbukti terdapat aliran dana korupsi ke induk perusahaan, Astra Group harus dimintai pertanggungjawaban pidana sebagai korporasi.

“Tidak ada korporasi yang kebal hukum. Jika uang hasil korupsi masuk ke induk, maka induknya wajib bertanggung jawab pidana,” pungkasnya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *