KPK Usut Dugaan Korupsi Ratusan Miliar Telkom Grup
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan korupsi bermodus pengadaan barang dan jasa fiktif di Telkom Group yang telah menimbulkan kerugian keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah, Selasa, 27 Mei 2024.
Tim KPK menggeledah kantor dan lokasi terkait penyidikan dugaan korupsi itu dalam beberapa pekan terakhir. Kabar terakhir, Komisi telah mencegah enam orang terkait kasus tersebut untuk bepergian ke luar negeri.
“Diperlukannya keterangan beberapa pihak untuk dapat selalu hadir menjelaskan apa yang diketahuinya kaitan perkara dihadapan Tim Penyidik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi, Senin, 27 Mei 2024.
Adapun keenam orang yang dicegah, yaitu Siti Choirina (mantan EVP DES PT Telkom); Paruhum Natigor Sitorus (mantan Dirut PT Infrastruktur Telkom/Telkom Infra); Tan Heng Lok (Pemilik PT Telemedia Onyx Pratama); Natalia Gozali (Dirut Operasi PT Mitra Buana Komputindo); Victor Antonio Kohar (Direktur PT Asiatel Globalindo); dan Fery Tan (Direktur PT Erakomp Infonusa).
Penggeledahan dilakukan di rumah tersangka dan kantor mereka. “Meliputi enam rumah kediaman dan empat kantor, di antaranya Kawasan Telkom Hub, Gedung Telkom Landmark Tower di Jalan Jend Gatot Subroto Kav 52, Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, dan Menara MT Haryono, Jakarta Selatan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta.
Ali menerangkan penggeledahan tersebut dilakukan pada periode April 2024 dalam pengumpulan alat bukti pada tahap penyidikan terkait dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di PT Telkom.
Dalam kegiatan tersebut, tim penyidik juga menemukan sejumlah alat bukti yang langsung disita untuk dianalisis dan dikonfirmasi kepada saksi-saksi, para tersangka termasuk kepada para ahli dalam rangka melengkapi berkas perkara penyidikan.
Ali menerangkan bahwa modus dugaan tindak pidana korupsi tersebut adalah pengadaan barang dan jasa fiktif. Meski demikian, detailnya belum bisa disampaikan demi kepentingan penyidikan yang tengah berjalan.
“Pengadaan ini terindikasi fiktif, terjadi pengeluaran uang negara secara melawan hukum dengan perhitungan sementara mencapai ratusan miliar rupiah,” ujarnya.
PT Telkom menyatakan menghormati penyidikan pengadaan barang dan jasa fiktif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk mewujudkan badan usaha milik negara (BUMN), yang bersih.
VP Corporate Communication Telkom Andri Herawan Sasoko mengatakan Telkom mendukung upaya penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang saat ini tengah ditangani KPK.
“Manajemen Telkom berkomitmen menjunjung transparansi dan bersikap kooperatif dalam proses hukum yang sedang berjalan sebagai implementasi good corporate governance (GCG) dan wujud program bersih-bersih BUMN,” ujar Andri saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Andri menyebut penyidikan tersebut merupakan tindak lanjut temuan manajemen dari hasil audit internal yang telah dilakukan perusahaan.
Lebih lanjut, proses hukum yang berjalan hingga saat ini tidak mengganggu operasional bisnis dan kinerja perusahaan, katanya.
Hasil Pemeriksaan BPK
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan temuan dugaan kerugian di PT Telkom Indonesia Tbk akibat memberikan pembiayaan atau bridge financing kepada anak usaha PT PINS pada 2018.
Hal tersebut terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 BPK yang dipublikasikan Desember 2023. BPK menyatakan Telkom belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda sampai dengan Desember 2022 sebesar Rp459,29 miliar dari PT PINS atas pinjaman melalui bridge financing tahun 2018.
BPK menyatakan pinjaman tersebut digunakan untuk membiayai program sinergi new sales broadband Telkomsel yang diusulkan PT Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Hasil pemeriksaan menunjukkan permasalahan antara lain Telkom belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda pinjaman bridge financing dari PINS yang dulu bernama PT Pramindo Ikat Nusantara.
BPK menyatakan PT PINS belum memperoleh pembayaran dari customer atas penjualan e-voucher dan handset pada program new sales broadband tahun 2019 dengan sisa piutang sebesar Rp295,60 miliar, dan diketahui perusahaan mitra dan customer terafiliasi dengan PT TMI sehingga terdapat kemungkinan konflik kepentingan. (Tempo)