Lima Saksi Diperiksa atas Dugaan Pemerasan Izin TKA di Kemenaker

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima saksi dalam pengusutan kasus korupsi pemerasan izin tenaga kerja asing di Kementerian Ketenagakerjaan . Juru bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pemeriksaan ini berlangsung di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada hari ini, Senin, 16 Juni 2025.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan rencana penggunanan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/6/2025).
Adapun lima saksi yang diperiksa penyidik yaitu wiraswasta, Eden Nurjaman; dua pensiunan Pegawai Negeri Sipil Kemnaker yakni Muller Silalahi dan Jagamastra; Fungsional di Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker periode 2023-2025, Jadi Erikson Pandapotan, serta Direktur Utama PT Dienka Utama Barkah Adi Santoso.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka, yaitu berinisial SH, HYT, WP, DA, GTW, PCW, JMS, dan ALF.
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan delapan tersangka itu terdiri atas para pejabat eselon I dan II, serta pelaksana di tingkat bawah. Mereka memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen tenaga kerja asing.
Budi mengatakan para tersangka bersekongkol melakukan pemerasan dalam jabatan terhadap para tenaga kerja asing, yang mengurus izin RPTKA di Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.
Menurut Budi, dugaan korupsi terjadi saat para tenaga kerja asing mengurus izin dengan mengajukan permohonan secara daring lewat perusahaan agen. Kemnaker akan memverifikasi kelengkapan berkas permohonan tersebut.
Jika ada berkas yang kurang, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen untuk memperbaikinya dalam waktu lima hari. Di sinilah kemudian pemerasan tersebut terjadi. Petugas mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke informal.
Mereka menghubungi para agen pekerja asing itu melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, bukan melalui sistem daring yang telah tersedia. Cara ini, dengan meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan.
Agen yang memberikan uang kemudian akan mendapat pemberitahuan untuk melengkapi berkas tersebut. Sedangkan bagi para agen yang tidak memberikan uang, akan terhambat permohonan izinnya.
Budi mengatakan petugas tidak memberi tahu apa kekurangan berkasnya, tak memproses berkas tersebut, atau mengulur-ulur waktu penyelesaiannya sehingga tenaga kerja asing mendapat denda. Adapun denda yang harus ditanggung pemohon cukup besar, yakni Rp 1 juta per hari.
“Para agen tadi mau tidak mau harus memberikan uang. Kalau tidak, ya, mereka akan mendapat denda lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan,” kata Budi Sukmo di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 5 Juni 2025. (Tempo.co)