Lingkungan

Mapala Fisipioneer Eksplorasi Karst di Desa Baramban Tapin

Mapala Fisipioneer Eksplorasi Karst di Desa Baramban Tapin

Banjarmasin, KN – Mahasiswa Pecinta Alam Fisipioneer FISIP ULM Banjarmasin menggelar kegiatan Explore Karst yang ke 2 di kawasan karst Desa Baramban, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin. Kegiatan ini dilaksanakan pada 24 November- 27 November 2023 lalu.

Ketua Panitia Pelaksana, M Hadi Akbar menuturkan, pemilihan Desa Baramban sebagai lokasi kegiatan ini lantaran kondisi desa dan karst yang terhimpit konsesi area pertambangan. Pihaknya khawatir di masa depan terjadi perampasan ruang hidup masyarakat dan lingkungan.

“Urgensi kawasan. Maka dari itu konsep kegiatan kami ini dikemas dalam bentuk Jurnalistik dan output ialah buku explore karst,” ucapnya.

Ia berharap dengan adanya kegiatan ini, kelestarian alam khususnya kawasan karst dapat terjaga. Diketahui, Karst menyimpan cadangan air yang bisa menjadi solusi atas problem krisis iklim yang nyata, khususnya di Kalimantan Selatan.

Dalam kegiatan explore Karst ini Mapala Fisipioneer membagi 3 tim, diantaranya Tim Jurnalistik Sosiologi pedesaan, Tim Panjat Tebing dan Tim Cave and Mapping.

Pada tanggal 25 November 2023, Tim Jurnalistik melaksanakan wawancara dan observasi masyarakat desa Baramban. Hasil temuan mereka menunjukkan bahwa masyarakat desa Baramban mengeluhkan Sumber Daya Alam mereka habis, dan berdampak pada kehidupan lapisan masyarakat.

Warga setempat, Yatimi menuturkan, air sungai yang dahulunya bersih dan menjadi air minum warga sekarang sudah menjadi keruh akibat dampak limbah pertambangan. Hal itu di rasakan sejak di bawah tahun 2010.

“Juga masih adanya illegal logging dan oknum yang mengambil batuan karst untuk dijadikan pondasi rumah di wilayah desa Baramban,” ucap mantan pengelola wisata goa baramban tersebut.

Disisi lain, sebenarnya Tim jurnalistik melihat potensi karst yang bisa dijadikan pengembangan pariwisata berbasis eco-tourism. Hal itu dibenarkan pak Mir, warga desa Baramban dan mantan Pokdarwis setempat.

“Karst Desa Baramban dahulunya dikelola oleh pihak desa dan setelah itu di tawarkan untuk dikelola pemerintah daerah. Ternyata sudah di serahkan ke Pemda dan hasilnya nihil padahal anggaran itu sudah disetujui 3M lebih,” bebernya.

Pak Mir mengakui pihaknya merasa kecewa, lantaran anggarannya di alihkan ke wisata lain. “Sampai hari ini wisata goa baramban itu sepi pengunjung. Padahal dahulu pas dikelola desa sempat viral dan ramai pengunjung,” lanjutnya.

Ia juga menuturkan area Karst Baramban terhimpit area pertambangan yang sangat memungkinkan batuan karst jatuh akibat dinamit pembukaan tambang atau kedalaman pembukaan tambang yang membuat tanah di karst baramban bergerak.

Tim Caving juga melakukan inventarisasi data goa, observasi, penelusuran dan pemetaan goa. Tim Caving kemudian menemukan masih banyaknya vandalisme pada dinding-dinding goa ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Pada goa berair kami sedikit kesulitan berpijak di karenakan sedimentasi limbah tambang. Sepatu bot kami nyungsep kebawah seperti terhisap sendiri,” ucap kepala divisi caving Fisipioneer Fisip ULM, Randy Hidayat.

Alhasil, pihaknya memutuskan untuk kembali ke mulut goa karena sudah berjalan selama 45 menit, dan tidak menemukan bottom. “Juga perihal safety yang ditakutkan seperti terhisap lumpur, serta kondisi cuaca yang tidak memungkinkan,” tambahnya.

Ia juga menuturkan bahwa ornamen-ornamen goa seperti stalaktit, stalagmit, column, shawl, gordam di baramban ini masih banyak yang hidup. Serta flora dan fauna yang masih ditemukan seperti laba-laba, kelelawar, cacing, jangkrik, biawak, berang-berang, jejak hewan, guarno dan flora yang beragam jenis.

Tim Panjat Tebing melakukan inventarisasi data jalur panjat tebing alam, pengukuran lebar dan tinggi tebing serta pemanjatan tebing alam. Ashfa Hayyi selaku anggota divisi Rock Climbing menuturkan, pada pemanjatan tebing alam kali ini pihaknya memanjat dengan ketinggian kurang lebih 20 meter, serta kondisi batuan tebing cukup cadas dan sesekali melukai tangan.

“Pengambilan jalur panjat disini cukup mudah, karena banyak celah-celah yang full sehingga mempermudah untuk menambah ketinggian,” ucapnya.

Ia juga menuturkan kesulitan pada Rock Climbing sendiri yaitu belay station. Pihaknya melakukan ground belay atau belay dasar tanah yang sedikit miring sehingga mempersulit belayer. “Tetapi masih bisa di antisipasi dengan anchor belay,” pungkasnya.(jae)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *