Mekanisme Ijon Proyek di Balik Penangkapan Bupati Bekasi: Pola Lama, Aktor Baru
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (Foto: Dok/Kakinews)
Jakarta – Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang membuka kembali praktik korupsi klasik yang terus berulang di daerah: ijon proyek. Skema ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, melainkan cermin relasi kuasa yang disalahgunakan sebelum proses pengadaan negara berjalan.
Ijon proyek bekerja dengan pola sederhana namun sistematis. Kepala daerah atau pihak yang memiliki kendali atas proyek publik meminta atau menerima imbalan di muka dari pihak swasta, dengan janji memenangkan proyek tertentu.
Padahal, proyek tersebut belum dilelang dan belum tentu memenuhi syarat administratif maupun teknis.Istilah “ijon” sendiri berasal dari praktik tradisional di sektor pertanian, ketika petani menjual hasil panen yang masih hijau demi mendapatkan uang tunai cepat.
Dalam konteks proyek negara, logika ini berubah menjadi transaksi kekuasaan: sesuatu yang belum ada dijual dengan jaminan kewenangan.Masalahnya, yang “dijual” bukan milik pribadi, melainkan wewenang publik.
Dalam kasus Ade Kuswara Kunang, KPK menduga praktik ijon dilakukan sebelum proyek resmi berjalan. Artinya, sejak awal proses pengadaan sudah tercemar konflik kepentingan.
Mekanisme tender yang seharusnya menjamin persaingan sehat dan kualitas pekerjaan hanya menjadi formalitas administratif belaka.
Dampaknya tidak berhenti pada kerugian keuangan negara. Proyek yang lahir dari ijon berisiko dikerjakan oleh pihak yang tidak kompeten, menggunakan spesifikasi rendah, dan mengabaikan keselamatan serta keberlanjutan.
Publik akhirnya menanggung akibat dari keputusan yang dibuat di ruang tertutup.Fakta bahwa ayah Ade Kuswara Kunang turut menjadi tersangka mengindikasikan dugaan kuat adanya lingkaran kekuasaan keluarga dalam pengelolaan proyek daerah.
Pola ini kerap muncul dalam kasus korupsi daerah: kekuasaan politik, hubungan personal, dan bisnis bercampur tanpa batas yang jelas.
Secara hukum, Ade Kuswara Kunang dan ayahnya dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU TPK juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Sarjan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU TPK.Kasus ini kembali menegaskan bahwa korupsi pengadaan bukan sekadar persoalan individu, melainkan kegagalan sistem pengawasan dan transparansi. Selama proses perencanaan proyek masih bisa dinegosiasikan di balik meja, praktik ijon akan terus menemukan celah.
Pertanyaannya kini bukan hanya siapa yang ditangkap, tetapi sejauh mana jaringan praktik ini menjalar dalam pemerintahan daerah—dan apakah penindakan akan menyentuh akar masalah, bukan hanya aktornya. (wan)

