Pamit Sebelum Lengser, Pimpinan KPK Era Nawawi Setop Kasus Nikel Konawe Rp 2,7 T
Mantan Ketua KPK Nawawi Pomolango (Foto: Dok Kakinews.id/Repro Antara)
Jakarta, Kakinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan proses penghentian penyidikan (SP3) perkara dugaan korupsi izin tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, merupakan keputusan yang diambil oleh pucuk pimpinan lembaga antirasuah periode 2019–2024.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa keputusan tersebut diteken langsung oleh Ketua sementara saat itu, Nawawi Pomolango. Perkara yang menyeret nama mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, ini telah ditangani sejak 2017 dan melalui penyidikan panjang.
Budi menjelaskan, dari awal penyidik berupaya maksimal menelisik dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para pihak. Upaya penerapan pasal kerugian negara hingga pasal suap telah ditempuh. Namun, penanganan perkara terkendala waktu hingga memasuki masa daluarsa pada bagian pasal suap.
Selain itu, kata Budi, hasil audit BPK tidak bisa memastikan besaran kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Situasi itu menjadi hambatan utama pembuktian unsur tindak pidana korupsi sesuai UU Tipikor.
“Setelah melalui serangkaian ekspose sepanjang tahun 2024, disimpulkan penyidikan tidak bisa dilanjutkan. SP3 ditetapkan pada 17 Desember 2024 dan sudah melalui kajian panjang,” ucap Budi, Selasa (30/12/2025).
Penerbitan SP3 ini dilakukan menjelang berakhirnya periode pimpinan KPK generasi kelima. Nawawi yang menggantikan Firli Bahuri mulai memimpin sejak 20 Desember 2023 hingga serah terima jabatan kepada Setyo Budiyanto cs pada 20 Desember 2024, meskipun pelantikan dilakukan lebih awal pada 16 Desember 2024.
Hal itu sebagaimana data yang diperoleh Kakinews.id, bahwa berdasarkan Surat Keputusan Presiden nomor 161P/2024 tentang Pemberhentian dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan KPK dan Keanggotaan Dewas KPK masa jabatan 2024-2029.
Langkah penghentian penyidikan tersebut, menurut Budi, diambil untuk memberikan kepastian dan kejelasan hukum bagi semua pihak. Ia mengutip prinsip-prinsip yang menjadi landasan tugas KPK dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, seperti akuntabilitas, keterbukaan, kepentingan umum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka karena diduga menerima aliran dana sekitar Rp 13 miliar dari sejumlah pelaku usaha tambang yang mengantongi izin eksplorasi. Dugaan kerugian negara sempat diperkirakan mencapai Rp 2,7 triliun dari aktivitas penambangan yang dianggap menyalahi aturan.
Meski demikian, dengan terbitnya SP3, proses hukum kasus yang pernah menyita perhatian publik ini resmi dihentikan setelah hampir delapan tahun bergulir tanpa kejelasan akhir.

