Berita Utama Ekonomi dan Bisnis

Polemik Pemilik Hunian dan Manajemen Condotel Grand Tan Banjar

Polemik Pemilik Hunian dan Manajemen Condotel Grand Tan Banjar

Para pemilik hunian condotel Grand Tan dan manajemen PT Borneo Anugerah Sejahtera (BAS) sebagai pengelola Grand Tan masih bergulir. Condotel ini sebelumnya bernama Grand Aston.

Massa pemilik hunian menggelar aksi unjuk rasa di Hotel Grand TAN, yang berlokasi di Km 11, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Jumat (17/10/2025).

Salah satu pemilik condotel, M. Zulkifli, mengatakan aksi ini merupakan lanjutan dari demonstrasi sebelumnya pada 6 Oktober 2025.

“Seharusnya kami sudah menerima kunci dan sertifikat, karena ada pernyataan dari Direktur PT Banua Anugerah Sejahtera (BAS) Sulaiman Kurdi setelah aksi kami tanggal 30 September 2025,” ujarnya.

Namun, saat tiba di lokasi, para pemilik condotel mengaku terkejut melihat spanduk bertuliskan “Hotel ini milik Grand TAN berdasarkan SHGB Nomor 0452.”

Menurut Zulkifli, klaim tersebut tidak masuk akal karena seharusnya pihak pengembang memecah sertifikat untuk pemilik unit, bukan menguasai seluruh aset.

“Berdasarkan hasil lelang (Cissie) di Bank CIMB Niaga, Grand TAN hanya memiliki 18 unit. Jadi, jumlah itulah yang sah menjadi milik mereka. Jika mereka mengaku memiliki seluruh unit dengan dasar sertifikat itu, jelas tidak masuk akal,” tegasnya.

Zulkifli menambahkan, pihaknya datang dengan membawa data dan bukti kepemilikan yang sah. Namun, hingga kini pihak Grand TAN belum bersedia menemui mereka.

‎Sementara itu, pemilik condotel lainnya, Habib Hasyim, menegaskan bahwa kedatangan mereka bukan untuk membuat kericuhan, melainkan menagih hak yang sudah disepakati.

“Kami hanya ingin bertemu Direktur Sulaiman Kurdi. Kami datang dengan itikad baik untuk mengambil kunci kamar yang seharusnya sudah diserahkan pada 6 Oktober lalu. Kami juga ingin melihat kondisi kamar kami sendiri, tapi sampai sekarang tidak diperbolehkan,” ujarnya.

Habib menambahkan, janji yang diberikan pihak pengembang hingga kini tidak pernah terealisasi. Karena itu, ia meminta Gubernur Kalimantan Selatan dan DPRD Kalsel untuk turun tangan.

‎“Kami mohon pemerintah tidak diam, karena aset warga sedang dirampas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

‎Para pemilik condotel menyebut, pada tahun 2014 mereka resmi menjadi pemilik unit Condotel Grand Aston melalui kontrak selama 10 tahun, dengan imbalan fee sebesar Rp50 juta per tahun. Namun, sejak tahun 2020, hak-hak mereka diambil alih oleh pihak Grand TAN.

‎“Sejak itu kami bahkan tidak bisa lagi menginap di kamar sendiri. Dulu kami mendapat voucher setiap tahun, sekarang semua hilang. Padahal itu milik kami,” tutur Habib.

‎Aksi unjuk rasa para pemilik condotel tersebut berlangsung damai dan mendapat pengamanan dari pihak kepolisian dan TNI.

Dino Yudistira, Kuasa Hukum PT BAS dan Tan mengungkapkan bahwa pada 2013 sertifikat tanah Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 0452 terbit dan digadaikan oleh PT BAS lama, di atas kepengurusan Hendry cs ke bank CIMB Niaga.

Kemudian BPN mengeluarkan Surat Hak Tanggungan atas SHGB nomor 0452 tersebut.

“Pada tahun 2014, PT BAS bekerja sama dengan Aston Banua, setelah SHGB tersebut di gadaikan dan Aston Banua ketika itu tidak tahu. Tahun 2015 kredit di CIMB Niaga macet,” katanya, Kamis (23/10/2025) malam.

Dino menambahkan, pada 2019 bank CIMB Niaga melelang SHGB 0452 dan pada tahun itu juga Pak Kris melakukan cesie kepada CIMB Niaga, tahun 2020 dilakukan RUPS pengalihan lahan yang menyatakan bahwa Pak Tan sebagai PT BAS yang baru dibebaskan tuntutan pihak ke tiga.

“Tahun 2021 Pak Tan membayar royalti kepada Pak Kris untuk melepaskan hak tanggungan, agar SHGB tersebut dapat diserahkan kepada BPN untuk dilakukan pemecahan sertifikat,” tuturnya.

Ade Pramana Putra, juga dari tim huum PT BAS, menambahkan selama ini klien mereka disebut zalim terhadap masyarakat.

“Sejak awal ini adalah perbuatan dari Hendri cs pengurus lama PT BAS, Hendri cs yang berjualan, Hendri cs juga yang menggadaikan sertifikat, Hendri cs juga yang menjanjikan Grand Banua Condotel dan masyarakat untuk pemecahan sertifikat,” ujarnya.

“Sudah jelas Hendri cs juga, pengurus lama PT BAS ini yang menerima uang pembelian dari masyarakat tersebut. Lalu kita mempertanyakan, sekarang dari kronologis, fakta dan data. Siapa yg dzolim? Apakah dari pihak klien kami yaitu Pak Tan, atau pengurus lama Hendri cs. Mungkin menurut kami salah alamat, meminta pertanggungjawaban dari klien kami yang juga jadi korban,” tegasnya.

Menanggapi adanya aksi demonstrasi beberapa waktu lalu, Tim Kuasa Hukum Syahruzaman menyampaikan, terhadap masyarakat yang mengatakan mereka adalah pemilik.

“Ini yang mau saya luruskan, diliat dari berkas-berkas. Mereka adalah pembeli dengan PT BAS lama yang Direktur nya Hendri cs, mereka membuat perjanjian,” ujarnya.

“Kami kuasa hukum meluruskan, mereka memang benar punya hak, tapi bukan pemilik. Mereka adalah pembeli, dasarnya pembeli, pada saat ini mereka memegang PTJB (Perjanjian Perikatan Jual-Beli), belum berubah status menjadi Akta Jual-Beli jadi haknya belum sempurna,” paparnya.

Keseluruhan bangunan ini yang di cesie Pak Kris, itu semuanya dengan aset dan tanah, tidak ada dipecah-pecah, lanjutnya. Tidak ada di dalamnya itu yang mengatakan Condotel.

“Kami mengakui mereka punya hak dan kami juga punya hak. Ruang yang tepat yaitu di pengadilan, kita juga memohon kepada kuasa hukum mereka, ayo kita buktikan sama-sama di ruang terbuka untuk umum, bisa dilihat masyarakat, kita adu, kita uji bukti-bukti kita,” tutupnya.

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *