Sejauhmana Kabar TPPU di Kemenkeu RI ?

JAKARTA, KN-Â Dugaan Transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diduga bagian dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) saat ini masih belum juga terungkap.
Dilansir dari Monitorindonesia.com, Komite TPPU dikabarkan membentuk satgas khusus untuk menelusuri transaksi gelap Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu dengan menggandeng beberapa instansi.
Tim satgas tersebut terdiri dari berbagai instansi pemerintah, seperti PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam.
Namun demikian, kasus tersebut saat ini sudah mulai mereda di timpal isu-isu atau kasus lainnya.
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya telah menyatakan hanya menerima surat dari PPATK soal transaksi janggal itu yakni sebanyak 200 surat. Katanya sebanyak 183 surat telah ditindaklanjuti.
Ada dua klasifikasi surat yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal pegawai Kemenkeu.
Setidaknya ada 300 surat yang menyangkut soal transaksi janggal di Kementerian Keuangan. Adapun total transaksi yang dijumlahkan dalam kasus uang masuk dan keluar itu mencapai Rp 349 triliun.
Ada 193 pegawai yang kena sanksi itu merupakan periode dari 2009 sampai 2023.
Rinciannya, sebanyak 3 pegawai Kemenkeu terkena hukuman disiplin pada tahun 2009. Kemudian tahun 2010, Kemenkeu memberi sanksi hukuman disiplin terhadap 24 pegawai.
Kasus ini pun sudah dibahas di Komisi III DPR RI, saat itu terdapat komitmen untuk mengusut tuntas kasus dugaan TPPU ini.
Terlihatnya, temuan transaksi gelap ini berhembus saat adanya perkara penganiayaan oleh anak Rafael Alun Trisambodo (RAT) pada beberapa waktu lalu.
Munculnya kabar transaksi gelap ini diawali dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md saat berada di Yogyakarta pada 8 Maret 2023 lalu.
Mahfud saat ini juga sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU).
Pada Rabu (8/3/2023) itu, Mahfud Md tengah menjadi pembicara kunci dalam acara Town Hall Meeting dengan para mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Seusai acara, dia membawa beberapa markas di depan para wartawan di sana.
Salah satunya memodifikasi beberapa temuan PPATK terkait transaksi jumbo dari rekening Rafael Alun Trisambodo (RAT), mantan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang diperiksa KPK. Diantaranya transaksi di rekeningnya yang mencapai Rp 500 miliar.
Informasi ini Mahfud dapatkan karena ia merupakan Ketua Komite TPPU yang sekertarisnya adalah Ketua PPATK. Lalu, ia sampaikanlah temuan baru pergerakan transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun. Informasi itu ia sebut baru ia dapat pagi harinya tanggal tersebut.
âSaya sudah dapat laporan yang pagi tadi malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun, di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,â? kata Mahfud saat itu.
Pada siang harinya hari itu, sekitar pukul 13.30 WIB Kementerian Keuangan menggelar konferensi pers penanganan RAT yang dipimpin Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh.
Awan mengatakan, belum tahu menahu data yang disampaikan Mahfud. Ia mengaku baru tahu adanya transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu dari media massa karena belum ada surat resmi terkait itu yang disampaikan pihak Mahfud kepada Kemenkeu.
âMemang sampai saat ini kami khususnya Itjen belum tahu, tapi kami belum menerima informasi nya seperti apa, nanti kami cek. Memang masalahnya sudah tahu di pemberitaan, tapi nanti kami cek,â? kata Awan.
Pada tanggal yang sama, Mahfud kembali memberikan informasi kepada wartawan terkait transaksi janggal Rp 300 triliun itu di Universitas Islam Indonesia (UII) Terpadu Yogyakarta.
Ia menyatakan data itu sudah disampaikan sejak 2009 beserta suratnya, namun tak pernah ditindaklanjut Itjen.
Ia bahkan menambahkan informasi bahwa sejak 2009-2023 sudah sebanyak 160 laporan lebih yang disampaikan ke Itjen Kemenkeu karena transaksi mencurigakan itu melibatkan 460 orang lebih di otoritas tersebut. Namun, lagi-lagi tak pernah di tindaklanjuti, kecuali ada kasus besar seperti Gayus, Angin Prayitno, dan terakhir Rafael.
âIni sudah dilaporkan dulu kok didiamkan. Dulu Angin Prayitno sama tidak ada yang tahu sampai ratusan miliar, diungkap KPK baru dibongkar. Itu saya kira karena kesibukan yang luar biasa, sehingga perlu sistem saja menurut saya,â? kata Mahfud.
Pada Kamis (9/3/2023), sebagai pendamping Presiden Joko Widodo kunjungan kerja di Solo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya merespon kabar yang dilontarkan Mahfud. Ia mengaku memang kerap kali mendapat surat laporan dari PPATK.
Surat yang diterima Sri Mulyani terkait laporan PPATK ini sebanyak 196 dari tahun 2009-2023, namun ia menegaskan telah merespons seluruh laporan yang disampaikan PPATK sendiri maupun yang berasal dari permintaan Itjen Kemenkeu. Namun, dia menyatakan, tidak ada surat laporan yang berisi angka Rp 300 triliun.
âJadi saya enggak tahu juga Rp 300 triliun itu dari mana angkanya. Nanti saya kalau kembali lagi ke Jakarta akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan Pak Ivan angkanya itu dari mana sehingga saya punya informasi yang sama dengan anda semuanya,â? ujar Sri Mulyani.
Pada Jumat (10/3/2023), sekembalinya ke Jakarta, Sri Mulyani memerintahkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, dan Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menyambangi Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam.
Setelah pertemuan selesai, Mahfud menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu bukanlah korupsi, melainkan diduga tindak pidana pencucian uang. Mahfud dan Suahasil berkomitmen akan membawa barang bawaan itu, dan bahkan akan meneruskannya ke aparat penegak hukum jika memang terbukti peristiwa tindak pidananya.
âJadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 triliun. Bukan korupsi, tapi pencucian uang, pencucian uang itu lebih besar dari korupsi tapi tidak mengambil uang negara,â? ucap Mahfud.
Pada Sabtu (11/3/2023) Mahfud Md mendatangi kantor Kementerian Keuangan untuk menemui Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun itu.
Namun, pasca pertemuan pada sore harinya, Sri Mulyani masih menyatakan belum mengetahui detail angka Rp 300 triliun, sehingga harus mengundan Kepala PPATK untuk menjelaskan temuannya itu, yang selanjutnya dibuat oleh Mahfud.
âMengenai Rp 300 triliun, sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi mengenai Rp 300 triliun itu ngitungnya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Jadi dalam hal ini teman-teman media silakan nanti mungkin bertanya kepada Pak Ivan,â? ujar Sri Mulyani.
Setelah polemik yang diperpanjang dan belum ada pernyataan yang jelas, akhirnya pada hari Selasa (14/3/2023) Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mendatangi kantor Sri Mulyani di Gedung Juanda Kementerian Keuangan sekitar pukul 14.15 WIB. Ivan bertemu dengan Suahasil dan jajarannya.
Setelah rapat rampung pukul sekitar 16.00, Ivan memberikan pernyataan bahwa transaksi yang mencurigakan tersebut bukan merupakan aktivitas dari pegawai Kemenkeu seperti yang sudah beredar di publik. âKami menemukan dirinya terkait dengan pegawai, tapi itu tidak sebesar itu, itu sangat minim,â? tegasnya.
Ivan menjelaskan, dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Kemenkeu merupakan salah satu penyingkapan tindak pidana asal. PPATK wajib melaporkan ketika ada kasus atau transaksi yang mencurigakan yang berkaitan dengan perpajakan dan kepabeanan.
âKasus-kasus itu lah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun. Dalam kerangka itu perlu dipahami, bahwa ini bukan tentang adanya penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan,â? paparnya.
âTapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami, saat melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti,â? terang Ivan.
Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan menambahkan, informasi ini penting untuk diketahui masyarakat. Informasi terkait pegawai dengan transaksi mencurigakan, akan dilakukan pemeriksaan sesuai peraturan.
âJadi jelas, prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau pegawai TPPU di Kementerian Keuangan,â? kata Awan.
âMengenai informasi-informasi pegawai, itu kita tindak lanjuti secara baik, benar, kita panggil, dan sebagainya. Intinya, ada kerjasama antara Kementerian Keuangan dan PPATK begitu cair,â? tambahnya.
Sementara itu, Mahfud Md memastikan tak akan berhenti mengusut transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun periode 2009-2023.
Informasi angka transaksi gelap yang ia peroleh Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) itu, tak akan berhenti sampai terkuak asal muasalnya.
âBerita itu tidak bisa ditutup, dan tidak bisa direm karena sudah muncul ke publik. Harus jelas itu uang apa dan tidak bisa berhenti di situ,â? kata Mahfud.
âTapi ya mudah-mudahan bukan korupsi, mudah-mudahan bukan TPPU, nanti akan jelas setelah saya pulang. Episode berikutnya. Nanti tunggu saja hari senin saya sudah di jakarta, sudah ketemu bu Sri Mulyani,â? ujarnya.
Menurut Mahfud, bahwa nilai itu bukan berasal dari tindak pidana korupsi ataupun TPPU tidak hanya bisa diakhiri dari pernyataan belaka. Pasalnya, dia memperoleh data itu secara detail, termasuk nama-nama yang terlibat dalam transaksi mencurigakan itu.
âSesudah saya pulang ke Indonesia nanti kita jelasin. Katanya bukan korupsi, bukan TPPU, terus apa? kan sudah jelas angkanya, angkanya sekian, ada namanya, itu apa?â? ujar Mahfud.
Kemudian pada hari Senin (20/3/2023), Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Ketua PPATK Ivan Yustiavandana melakukan rapat kerja bersama.
Agenda tersebut dilakukan secara tiba-tiba, setelah rapat kerja antara Komisi III DPR dan Mahfud MD dan Ivan Yustiavandana batal dilakukan.
Hasil pertemuan pertemuan yang berlangsung hari ini, transaksi mencurigakan di Kemenkeu yang tadinya disebut sebesar Rp 300 triliun, namun setelah diteliti lagi, transaksi mencurigakan tersebut terlihat lebih dari Rp 349 triliun.
Adapun perputaran uang dalam transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan tersebut, kata Mahfud merupakan transaksi ekonomi, yang kemungkinan bersinggungan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada bidang perpajakan, cukai, dan kepabeanan.
âIni tidak mencurigakan dan melibatkan dunia luar. Orang yang punya sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan, Itu tidak selalu berhubungan dengan pegawai di Kementerian Keuangan, dan itu bukan uang negara,â? jelas Mahfud dalam konferensi pers.
âYang kami laporkan itu, yang saya dan Pak Ivan PPATK sampaikan dan Bu Sri Mulyani juga, menjawab bahwa ini adalah laporan pencucian uang, dugaan laporan tindak pencucian uang. Menyangkut uang luar, tapi ada kaitannya dengan yang di dalam (Kementerian Keuangan),â? kata Mahfud lagi.
Pada akhirnya, Komisi III DPR RI memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rangka rapat kerja membahas polemik transaksi yang kemudian berubah menjadi Rp 349 triliun pada 21 Maret 2023. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan nilai transaksi mencurigakan itu sebenarnya bukan dalam artian
dilakukan di Kementerian Keuangan, melainkan sebatas terkait tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik ââtindak pidana asal yang diurus Kemenkeu.
âJadi Rp 349,84 triliun itu tidak semua kita melakukan tindak pidana yang dilakukan Kementerian Keuangan tapi ini terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyingkapan tindak pidana asal,â? kata Ivan.
Ivan menegaskan, kasus yang terkait dengan angka itu kebanyakan terkait dengan kasus impor ekspor, hingga kasus perpajakan yang diurus tim penyidikan di Kemenkeu. Dalam 1 kasus saja dalam hal terkait ekspor-impor dilaporkan lebih dari Rp 40 triliun sampai dengan Rp 100 triliun.
âJadi ada tiga aliran LHA yang PPATK keluarkan itu ada LHA (Laporan Hasil Analisis) yang terkait oknum, kedua ada yang terkait oknum dan tusinya (tugas pokok dan fungsi), ketiga kita tidak menemukan oknumnya tapi kita menemukan tindak pidana asalnya,â? ujar Ivan .
Oleh karena itu, Ivan tertekan, total nilai transaksi mencurigakan itu tidak bisa disimpulkan dilakukan di Kementerian Keuangan. Narasi yang muncul di publik bahwa transaksi mencurigakan Rp 349 triliun itu ada di Kementerian Keuangan menurutnya salah kaprah.
âJadi sama sekali tidak bisa dibayangkan kejadian tindak pidananya di Kemenkeu. Ini jauh berbeda, jadi kalimat di Kemenkeu itu adalah kalimat yang salah, yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemenkeu,â? ucap Ivan.
âJadi sama halnya pada saat kami menyerahkan perkara korupsi ke KPK, itu bukan tentang orang KPK tapi lebih kepada karena penyidikan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asalnya KPK,â? ucap Ivan ucap.
Selain itu, Komisi XI DPR juga mengangkat Sri Mulyani. Saat itu Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR RI mengungkapkan bahwa transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dilaporkan PPATK bukan merupakan tindak pencucian uang maupun korupsi yang dilakukan jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dia pun memastikan data transaksi yang terkait dengan PNS Kemenkeu hanya sebesar Rp 3,3 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa nilai tersebut termasuk bagian dari 135 surat PPATK yang terkait dengan korporasi dan pegawai. Nilai totalnya adalah Rp 22 triliun, dimana Rp 18,7 triliun korporasi dan Rp 3,3 triliun pegawai.
Nilai Rp 3,3 triliun ini adalah transaksi debit kredit pegawai termasuk penghasilan resmi, transaksi keluarga dan jual beli harta untuk usia 15 tahun, 2009 sampai 2023, yang telah ditindaklanjuti.
âJadi yang benar-benar berhubungan 3,3 triliun periode 2009-2023. Seluruh transaksi debit kredit pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp 3,3 triliun,â? kata Sri Mulyani.
Di dalam nilai tersebut, lanjutnya, juga terdapat surat yang berkaitan dengan pegawai clearance yang digunakan dalam rangka mutasi (fit & proper test).
âJadi tidak ada dalam rangka pidana, korupsi atau apa, tapi kita mengecek tadi profiling untuk risk,â? tegas Sri Mulyani.
Tak sampai disitu, soal transaksi ini, Mahfud MD mengungkapkan telah melakukan rapat khusus bersama Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan, Senin (27/3/2023).
Salah satu yang dibahas adalah temuan transaksi janggal temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) senilai Rp 349 triliun itu.
âTadi dengan presiden (bahas) banyak, pertama soal kerja sama antar negara-negara kepulauan dunia dan Indonesia jadi ketuanya. lalu yang khusus berdua dengan saya ada beberapa hal antara lain masalah temuan PPATK mengenai dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan,â? kata Mahfud kepada wartawan, Senin (27/3/2023).
Dia menjelaskan ada Arahan khusus dari Presiden Joko Widodo mengenai hal ini, untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang apa itu pencucian uang.
âSaya diminta hadir, menjelaskan ke DPR apa itu pencucian uang. Saya akan menjelaskan sejelas-jelasnya tanpa ada yang ditutup-tutupi, karena presiden kami ini mengharuskan mencakup informasi sejauh sesuai dengan peraturan perundang-undangan,â? tegasnya.
Mahfud menjelaskan pada Rabu (29/3/2023) mendatang, pukul 14.00 WIB akan mengadakan rapat di Parlemen, untuk memberikan penjelasan mengenai temuan itu.
âSaya akan didampingi oleh beberapa pejabat eselon 1 dari para anggota komite ketua nasional Komite Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ketuanya saya, anggotanya ada beberapa menteri dan lembaga. kita cukup ditemani oleh eselon 1-nya. gitu aja. saya siap datang hari Rabu,â? kata Mahfud
Sumber berita. Monitorindonesia.com