Sidang Terdakwa Jumran, Dokter Forensik Ungkap Hasil Otopsi Kematian Juwita

KAKINEWS.id, BANJARBARU – Sidang ketiga kasus dugaan pembunuhan terhadap Juwita kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Banjarmasin, Senin (19/5/2025).
Sidang menghadirkan dokter ahli forensik RSUD Ulin Banjarmasin, dr Mia Yulia Fitriani, yang memberikan kesaksian kunci mengenai hasil otopsi jenazah Juwita.
Dalam persidangan, Oditur Militer Letkol Chk Sunandi menggali detail pemeriksaan forensik yang dilakukan dr Mia pada jenazah Juwita yang tiba di rumah sakit pada Minggu, 23 Maret 2025, sekitar pukul 03.00 WITA. Berdasarkan permintaan penyidik, otopsi dilakukan karena pihak keluarga mencurigai adanya kejanggalan atas kematian korban yang semula diduga akibat kecelakaan lalu lintas.
“Jenazah datang ditutupi kain jarik dan hanya mengenakan celana dalam, tanpa pakaian sama sekali,” ujar dr Mia dalam kesaksiannya.
Temuan dari pemeriksaan luar mengindikasikan luka-luka yang tidak konsisten dengan kecelakaan lalu lintas. Terdapat luka lebam di kepala dan bekas kuku di leher sebelah kiri.
“Saya tidak mendapati ada luka-luka yang menunjukkan bahwa korban meninggal dunia akibat kecelakaan,” ungkapnya.
Otopsi lebih mendalam mengungkap adanya resapan darah cukup luas di leher bagian depan, dominan di sisi kanan, akibat pecahnya pembuluh darah karena tekanan. Tulang penyangga lidah sebelah kiri serta beberapa ruas tulang leher juga ditemukan patah.
“Resapan darah ini ada di bagian leher depan, dominan sebelah kanan,” lanjutnya.
“Saya juga menemukan tulang penyangga lidah sebelah kiri patah, dan beberapa ruas tulang leher almarhumah patah,” sambung dr Mia.
Meski tak ditemukan bekas jeratan atau cekikan di leher, tekanan kuat yang merusak struktur leher jadi petunjuk penting. Wajah kebiruan, bintik-bintik di otak, dan rongga paru-paru yang melebar mendukung kesimpulan kuat.
“Jadi saya menyimpulkan Juwita bukanlah korban kecelakaan, namun korban pembunuhan,” tegas dr Mia.
Dalam pemeriksaan alat kelamin korban, dr Mia menemukan memar pada mulut rahim dan adanya cairan putih di area labia vagina.
“Saya menyimpulkan memang terjadi hubungan seksual, tapi tidak bisa menyimpulkan apakah itu rudapaksa atau suka sama suka,” jelasnya.
Cairan tersebut kemudian diperiksa di laboratorium dan diketahui memiliki kadar asam fosfatase yang menunjukkan cairan tersebut adalah air mani sebanyak sekitar 2-5 mililiter.
“Melihat dari perubahan warna cairan itu dan kadar asam fosfatase-nya, saya menyimpulkan itu adalah cairan mani sekitar 2-5 mili,” ungkap dr Mia.
Namun, hasil uji DNA dari air mani itu justru menghadirkan kejutan. Setelah dikirim ke Jakarta, hasilnya menunjukkan tidak ditemukan DNA milik terdakwa Jumran.
“Di air mani itu sudah tidak ada sel sperma, karena tidak ada sel sperma, maka tidak ada DNA disana,” terang dr Mia.
Menjawab pertanyaan hakim, dr Mia menyebutkan ada beberapa kemungkinan ilmiah atas kondisi tersebut.
“Ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan terbesarnya, saat ejakulasi cairan itu dikeluarkan di luar sehingga sel sperma mati,” pungkasnya.