Kejari HSU Runtuh dari Dalam: Kajari Cs Dicopot, Uang Haram Mengalir Lewat Internal
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Albertinus P. Napitulu, sebagai tersangka.
Jakarta, Kakinews.id – Kejaksaan Agung akhirnya mengambil langkah administratif paling keras menyusul terbongkarnya dugaan praktik pemerasan di Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Tiga pejabat inti Kejari HSU—Kepala Kejari, Kepala Seksi Intelijen, dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara—resmi dinonaktifkan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa ketiganya tidak hanya dicopot dari jabatan struktural, tetapi juga diberhentikan sementara sebagai aparatur sipil negara hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Sudah dicopot dari jabatannya dan dinonaktifkan sementara status PNS pegawai kejaksaan sampai mendapatkan putusan inkrah,” kata Anang di Jakarta, Minggu (21/12/2025).
Konsekuensi dari status tersebut tidak main-main. Ketiganya otomatis kehilangan hak atas gaji dan tunjangan negara—sebuah sinyal bahwa Kejagung ingin menjaga jarak dari praktik kotor yang kini tengah dibongkar KPK.
Satu Tersangka Masih Buron, Kejagung Ikut Turun Tangan
Dari tiga tersangka, satu nama masih menjadi tanda tanya besar. Kepala Seksi Datun Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi, hingga kini belum tertangkap setelah melarikan diri saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK berlangsung.
Anang memastikan, institusinya tidak akan bersikap pasif.
“Kami juga akan cari. Kami pasti membantu KPK. Kalau memang ada, kami akan serahkan kepada penyidik KPK,” ujarnya.
Pernyataan ini sekaligus menepis spekulasi adanya upaya perlindungan korps terhadap jaksa bermasalah. Kejagung juga menegaskan tidak akan mengintervensi proses hukum, apalagi mengambil alih perkara yang tengah ditangani KPK.
“Nggak ada kita ambil alih. Kita mendukung, dan silakan KPK yang menangani sesuai proses hukum yang berlaku,” kata Anang.
KPK Bongkar Dugaan Praktik Sistemik di Kejari HSU
Dari hasil penyidikan awal KPK, kasus ini bukan sekadar pelanggaran etik individu. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkap dugaan aliran dana mencapai Rp1,5 miliar yang dinikmati Kepala Kejari HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu.
Uang tersebut diduga berasal dari berbagai sumber ilegal, mulai dari pemerasan, pemotongan anggaran internal kejaksaan, hingga penerimaan lain yang tidak sah.
Secara rinci, Asep menyebut bahwa pada periode November–Desember 2025, Albertinus diduga menerima sedikitnya Rp804 juta dari praktik pemerasan yang dilakukan melalui dua perantara internal: Kasi Intel Asis Budianto dan Kasi Datun Tri Taruna Fariadi.
Tak berhenti di situ, KPK juga menemukan indikasi pemotongan anggaran Kejari HSU yang dilakukan melalui bendahara. Dana yang semestinya digunakan untuk kepentingan institusi, justru diduga dialihkan sebagai dana operasional pribadi kepala kejaksaan.
Kejagung: Tak Ada Perlindungan, Pemecatan Menanti
Menanggapi pengungkapan tersebut, Anang menyebut Kejagung justru berterima kasih atas penindakan KPK. Menurutnya, kasus ini menjadi bukti bahwa peringatan pimpinan selama ini diabaikan oleh sebagian oknum jaksa.
“Kalau jaksa-jaksa nggak mau berubah dan masih berbuat tercela, tidak akan ada kita lindungi,” tegasnya.
Anang bahkan menegaskan, Kejagung siap melangkah lebih jauh dari sekadar pemberhentian sementara.
“Kejaksaan Agung tidak akan memberikan perlindungan. Bahkan kita akan berhentikan (pecat), dan akan kita pidanakan,” ujarnya.
Kasus Kejari HSU kini menjadi ujian serius bagi komitmen bersih-bersih aparat penegak hukum. Publik menanti, apakah pengungkapan ini akan berhenti pada tiga nama, atau justru membuka tabir praktik korupsi yang lebih luas di tubuh kejaksaan daerah.

