BERITA UTAMA KPK RI

“Tampar” Kesadaran KPK! Keadilan Tumbang, Nikel Menang: Kasus Aswad Sulaiman Dikubur

“Tampar” Kesadaran KPK! Keadilan Tumbang, Nikel Menang: Kasus Aswad Sulaiman Dikubur

Eks pimpinan KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang (Foto: Dok Kakinews.id/Antara)

Jakarta, Kakinews.id – Eks pimpinan Komsi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, kembali “menampar ” kesadaran KPK soal kasus korupsi izin tambang di Konawe Utara.

Dia mengungkap bagaimana mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi tambang nikel yang nilainya bukan kecil, melainkan triliunan rupiah. Kasus yang dulu digadang-gadang menjadi penegasan perang KPK terhadap mafia tambang, kini justru berujung bubar jalan.

Saut menjelaskan bahwa perkara ini bukan muncul tiba-tiba. “Selalu pengaduan masyarakat biasanya, kemudian didalami, dikroscek, diklarifikasi, double check, baru kemudian masuk ke penyelidikan,” ujarnya. Ia menegaskan semua langkah dilakukan berlapis-lapis hingga ke pimpinan. “Dari satgas masuk ke direktur, ke deputi, lalu ke pimpinan. Baru diputuskan penyelidikan,” tambahnya.

Dalam penyelidikan itu, KPK menelusuri peran, motif, dan kerugian negara hingga akhirnya perkara naik ke penyidikan. Kuncinya ada pada perhitungan nilai negara yang hilang. “Ada pendalaman sampai kami ketemu angka Rp 2,7 triliun. Itu hitungan yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Saut, Selasa (30/12/2025).

Ia menyebut hitungan tersebut bersumber dari lembaga resmi. “Seingat saya BPK. Dan kalau pun internal, biasanya kami enggak pernah. Pas periode kami ya, selalu saja kalau enggak BPK, ya BPKP,” tuturnya.

Itulah sebabnya ketika KPK mengumumkan Aswad sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017, tak ada sedikit pun keraguan. Prinsip KPK saat itu jelas: tidak ada yang dibawa ke pengadilan tanpa kepastian menang. “Conviction rate kami 100 persen. Jadi siapa yang kami bawa ke pengadilan, kami harus menang,” tegasnya.

Aswad yang menjabat Pj Bupati Konawe Utara pada 2007–2009 dan kemudian bupati pada 2011–2016, diduga memberikan izin tambang ilegal yang membuat negara kecolongan miliaran dolar dari penjualan nikel. Selain itu, ia juga diduga menerima suap sekitar Rp 13 miliar dari perusahaan yang berebut izin.

Upaya KPK menahan Aswad pada September 2023 sempat dilakukan, namun mendadak batal setelah ia dilarikan ke rumah sakit. Publik pun tak pernah tahu apa yang terjadi berikutnya.

Dan drama itu berakhir mengecewakan. Pada 26 Desember 2025, KPK menghentikan penyidikan karena bukti dianggap tidak cukup. Dua hari berselang, KPK menjelaskan bahwa BPK mengalami kendala menghitung kerugian negara, sehingga penyidik kehabisan peluru untuk melanjutkan kasus.

Kisah ini menampar harapan akan keadilan. Perkara yang dulu digadang kuat dan siap menumbangkan pemain besar tambang, kini padam begitu saja. Dengan angka kerugian negara sedahsyat Rp 2,7 triliun tiba-tiba “tidak bisa dihitung”, publik dipaksa menerima logika yang sulit tercerna.

Kasus ini menyisakan satu pertanyaan besar: apakah hukum tak lagi berani ketika berhadapan dengan mereka yang menguasai tanah dan isi perut bumi?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *