Berita Utama Ekonomi dan Bisnis

Tantangan Pemasangan Jaringan Pipa Air di Pedesaan

Tantangan Pemasangan  Jaringan Pipa Air di Pedesaan

Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) menyatakan pemasangan jaringan pipa air di kawasan pedesaan menghadapi tantangan keekonomian. Perusahaan membutuhkan kawasan dengan penduduk yang ramai agar ongkos produksinya tidak terlalu mahal.

Ketua Umum Perpamsi Arief Wisnu Cahyono mengatakan kondisi ini menjadi tantangan untuk memperluas akses pemanfaatan air minum perpipaan ke seluruh wilayah. “Kalau di kawasan perkotaan itu, relatif lebih mudah dan hemat biayanya karena penduduknya cukup padat,” kata Arief dalam konferensi pers di Cawang, Jakarta Timur, Senin, 9 Juni 2025.

Selain sulit diakses, kata Arief, wilayah pedesaan atau kabupaten juga terkadang memiliki jarak yang lebih jauh antara satu pemukiman dengan pemukiman lainnya. Hal ini mengharuskan pemasangan pipa jaringan air yang lebih panjang untuk menjangkau kawasan itu. “Jadi nantinya ini akan menjadi tantangan dari sisi investasi jaringannya,” ucap dia.

Masyarakat di kawasan tersebut umumnya memanfaatkan air ledeng atau sumur bor. Arief menyebut cara ini tidak akan menghambat target perusahaan air minum untuk memperluas akses kebutuhan kepada konsumennya.

Di sisi lain, kata Arief, krisis fiskal dan kebutuhan infrastruktur dasar juga masih menjadi persoalan yang menghambat pengembangan jaringan air pipa. Hingga kini, baru sekitar 16 juta sambungan rumah yang terhubung dengan jaringan air minum perpipaan atau baru 22 persen dari total rumah tangga di Indonesia.

Kondisi ini menunjukkan betapa terbatasnya jangkauan layanan, khususnya di luar Pulau Jawa dan wilayah-wilayah pinggiran. Padahal, kata Arief, untuk mengejar target 40 persen penduduk pengguna air pipa di 2029, setidaknya butuh 13 juta sambungan rumah baru. 

“Setiap sambungan butuh investasi sekitar Rp 15 juta (dari pembangunan sumber air, pengolahan, hingga pipanisasi ke rumah warga). Totalnya? Rp 195 triliun,” kata Arief. “Sebuah angka yang tak bisa ditutup hanya oleh APBN, APBD, atau dana internal BUMD Air Minum semata.”

Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (Unicef) 2023, Indonesia berada di posisi paling bawah dalam cakupan layanan air minum perpipaan di kawasan Asia Tenggara dengan hanya 19,47 persen. Indonesia bahkan tertinggal dari negara tetangga seperti Myanmar yang cakupannya mencapai 27 persen dan Kamboja sebanyak 25 persen.

Tahun ini, cakupan layanan air minum perpipaan di Indonesia sudah meningkat hingga 22 persen. Cakupannya bakal digenjot hingga mencapai 40 persen pada 2029. Arief menilai ini akan menjadi pekerjaan yang berat untuk direalisasikan kalau belum ada regulasi selevel nasional yang mengurusi persoalan air pipa tersebut. (Tempo.co)

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *