Tim Hanyar Banjarbaru Ajukan Praperadilan atas Status Tersangka Syarifah Hayana

Banjarbaru – Pengajuan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Syarifah Hayana, resmi terdaftar di Pengadilan Negeri Banjarbaru dengan nomor: PN BJB-682A96B3B7567. Pendaftaran permohonan ini diajukan oleh Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru.
Ketua Tim Hanyar, Muhammad Pazri menyatakan penetapan tersangka oleh Kepolisian Resor Banjarbaru (Polres Banjarbaru) yang tertuang dalam Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/54.a/V/ Res.1.24/2025/Reskrim tanggal 12 Mei 2025, mengandung cacat prosedur yang sangat nyata.
Sebagaimana dipahami bersama, Syarifah Hayana merupakan Ketua Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan (LPRI Kalsel). LPRI Kalsel adalah pemantau dalam Pemungutan Suara Ulang Pilkada Banjarbaru sekaligus Pemohon Sengketa Hasil PSU Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi.
“Penetapan tersangka Bunda Syarifah ini ditangani secara kilat dan cenderung dipaksakan. Dengan keadaan demikian, setelah memeriksa sejumlah dokumen dari Polres Banjarbaru, kami menemukan penyimpangan aturan prosedural yang harus dipenuhi dalam proses penyidikan. Bisa dibayangkan, untuk kasus yang sifatnya bukan tangkap tangan, kami selaku terlapor tidak pernah diundang untuk mengikuti Gelar Perkara,” ungkap Pazri, Selasa (20/5/2025).
Menurut Pazri, para pihak (pelapor dan terlapor) seharusnya diundang dan dilibatkan dalam gelar perkara sebab kehadiran para pihak penting agar membuat terang peristiwa dugaan tindak pidana. Faktanya, dalam penyidikan yang amat cepat ini, gelar perkara tidak melibatkan kami sedikit pun.
Selain itu, Pazri juga menegaskan bahwa penetapan tersangka berdasarkan Pasal 128 UU Pemilukada sarat dengan kekeliruan, sebab pasal a quo mengatur sejumlah larangan dari huruf “a” sampai dengan “k”. Dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap Syarifah Hayana tidak mencantumkan huruf dari Pasal 128 UU Pemilukada.
“Kesalahan mendasar penyidik dalam penetapan tersangka ini terletak pada penggunaan Pasal 128 UU Pemilukada tanpa disertai “huruf” sehingga dugaan tindak pidana menjadi tidak lengkap dan tidak jelas. Apakah melanggar ketentuan menggunakan atribut yang mengarah pada keberpihakan paslon, atau perbuatan menyentuh perlengkapan di TPS, atau kah mempengaruhi pemilih dalam pemungutan suara?,” kata Pazri.
Lebih lanjut, Pazri mengindikasikan bahwa dugaan pelanggaran Pasal 128 UU Pemilukada hanya sekadar jadi alat untuk menargetkan Syarifah Hayana, tanpa memeriksa secara menyeluruh fakta-fakta kegiatan pemantauan yang dilakukan LPRI Kalsel.
“Penetapan tersangka Syarifah Hayana bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan rentetan ancaman dan intimidasi pasca LPRI Kalsel mengajukan sengketa hasil PSU Banjarbaru ke Mahkamah Konstitusi. Prosesnya begitu cepat, mulai tanggal 28 April diperiksa di Bawaslu Banjarbaru dan pada hari yang sama, terbit surat Gubernur Kalsel yang ditandatangani bersama Forkopimda”, sambung Denny Indrayana yang juga Tim Hukum Hanyar Banjarbaru.
Pemanggilan-pemanggilan terhadap Syarifah berlanjut. Pemeriksaan sebagai saksi di Polres Banjarbaru dilangsungkan tanggal 6 Mei. Sehari setelahnya diperiksa oleh KPU Kalsel, dan puncaknya tanggal 12 Mei 2025 ditetapkan sebagai tersangka¾3 hari sebelum sidang pemeriksaan Pendahuluan di MK.
Denny mengatakan Tim Hanyar Banjarbaru akan menempuh semua upaya hukum untuk mempertahankan hak konstitusional Syarifah Hayana dalam memperjuangkan PSU yang Luber dan Jurdil di Banjarbaru. Karena itu, tidak seharusnya ikhtiar Syarifah Hayana yang disalurkan untuk kepentingan publik, dikriminalisasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. (*)