PPATK Sebut 164 Wartawan Terjerat Judi Online dan Deposit Terbesar Rp 700 Juta
Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan data teranyar ihwal ratusan wartawan yang tercatat bermain judi online.
Ivan mengatakan ada 164 wartawan yang terjerat judi online. Total transaksinya mencapai Rp 1,4 miliar per 2023. “(Transaksi terbesar mencapai) Rp 700 juta,” kata Ivan dikutip Tempo.co, Minggu 7 Juli 2024.
Dia menuturkan nilai Rp 700 juta itu adalah transaksi judi online seorang wartawan dalam setahun.
Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online untuk memerangi perjudian daring yang banyak memakan korban dari berbagai kalangan.
Ketua Satgas Judi Online dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto mengatakan praktik judi online telah merambah ke berbagai profesi, termasuk wartawan. Satgas telah mengantongi data wartawan tersebut.
“Siapa-siapa namanya juga ada. Ada lengkap dan alamatnya di mana,” ucap dia di Jakarta Pusat, pada Selasa, 25 Juni 2024.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi meminta para wartawan saling mengingatkan. Sebab, jumlah 164 itu tidak sedikit.
“Yang masih pacaran tolong ingatkan, yang sudah berumah tangga tolong lebih diingatkan lagi,” kata Budi Arie.
Penegak Hukum Diminta Sikat Bandar Judi Online dari Hulu ke Hilir
Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Nurul Izmi meminta para penegak hukum untuk sigap memberingkus bandar dan pelaku judi online. Menurut dia, upaya pencegahan saja tidak cukup karena yang menjadi sasaran utama dalam sindikat judi online adalah bandarnya.
“Agar mendapatkan efek jera tentunya mendorong penindakan berupa pemidanaan. Sikat bersih dari hulu ke hilir,” ujar Izmi kepada Tempo, Selasa, 2 Juli 2024
Izmi menyebut para penegak hukum perlu berhati-hati pada penerapan hukum pidana dalam menangani kasus judi online karena akan berimplikasi pada isu pemasyarakatan. Menurut dia, pemberantasan sindikat judi online dapat dimulai dari komitmen penegak hukum untuk menyasar hulu dari sindikat tersebut, yaitu bandarnya.
Judi online, kata Izmi, tidak hanya dapat dilihat sebagai pelanggaran UU ITE semata. Hal ini lebih dalam lagi dapat dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang. “Perputaran uang yang ada dalam judi online perlu diperiksa darimana asal-usulnya,” tuturnya.
Dia mengatakan, para penegak hukum harus mencermati lagi bahwa lebih dari itu judi online bukan tindak pidana yang berdiri sendiri, terdapat tindak pidana lanjutan yang bisa jadi tertaut dalam judi online, yakni pencucian uang.
Peneliti Elsam itu juga menyoroti soal PPATK yang mencatat nilai transaksi judi online mencapai Rp 600 triliun. Hal ini, kata Izmi, seharusnya dapat diidentifikasi asal-usul transaksinya.
“Jika kasus judi online hanya berhenti pada tindak pidana asalnya (predicate crime), dimungkinkan bahwa aliran uang dengan nominal yang besar itu akan tetap digunakan untuk bisnis lainnya,” kata dia.