Diduga Malpraktik, Korban Gugat RSUD Ulin Banjarmasin
Merasa adanya dugaan malpraktik oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin, terhadap almarhum Sri Herawaty Saragih (47 tahun) waega Gambut. Suami korban Lando Simatupang menggugat ke Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (8/7/2024).
Melalui pengacaranya Dr Dra Risma Situmorang SH MH AllArb, RSUD Ulin Banjarmasin digugat dengan kerugian materil sekitar Rp 851 juta dan immateril sekitar Rp 100 Miliar.
Dr Dra Risma Situmorang SH MH AllArb menceritakan, malpraktik terjadi sekitar 18 Maret 2024, ketika itu almarhum Sri Herawati Saragih melakukan pengobatan di RSUD Ulin Banjarmasin dan ditangani oleh seorang dokter kandungan berinisial dr STW.
“Setelah diperiksa ditemukan ada miom pada rahim almarhum hingga kemudian dilakukan tindakan biopsi pada 18 Maret 2024,” katanya.
Namun, setelah dilakukan tindakan tersebut, almarhum yang awalnya masih dalam kondisi normal atau tidak terlalu merasakan kesakitan justru merasakan sakit yang luar biasa.
Bahkan pada Rabu (20/3/2024) sekitar pukul 04.15 Wita, korban yang merupakan ibu dari dua anak ini menghembuskan nafas terakhirnya.
Keluarga korban pun kemudian mendatangi sang dokter namun tidak puas dengan jawaban dokter, akhirnya meminta bertemu dengan pihak RSUD Ulin Banjarmasin.
Dari pertemuan dengan manajemen RSUD Ulin Banjarmasin, dijanjikan permasalahan ini akan dibicarakan dengan pimpinan.
“Namun setelah pertemuan dengan pihak RSUD Ulin Banjarmasin tidak ada respon hingga sekarang, sehingga pada hari ini kami pun mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan dugaan perbuatan melanggar hukum yaitu berupa mallpraktik,” paparnya.
Pihaknya sejak awak sudah berupaya menyelesaikan dugaan mallpraktik ini secara kekeluargaan, lanjutnya. Namun, karena tidak ada respon, sehingga permasalahan ini digugat ke Pengadilan Negeri Banjarmasin.
“Tidak menutup kemungkinan juga kami akan melaporkan dugaan tindak pidananya,” ucap perempuan yang juga tergabung dalam Perkumpulan Konsultan Hukum Medis dan Kesehatan (PKHMK) ini.
Dia menjelaskan, perkara ini juga sudah dibawa atau dilaporkan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesian (MKDKI) Pusat di Jakarta.
“Sudah kami laporkan ke MKDKI pusat, dan hari ini tadi sudah dilakukan pemeriksaan juga oleh komisioner MKDKI di kantor Dinkes Provinsi Kalsel di Banjarmasin,” imbuhnya.
Sementara itu, Lando Situmorang menerangkan, awalnya sang istri dalam kondisi baik-baik saja, hanya mengeluhkan mengeluhkan ketika haid kurang nyaman, molor dari biasanya dan lebih banyak dari kondisi normal.
Sang istri pun masih bisa beraktivitas, bahkan bekerja dengan normal, hingga kemudian melakukan pemeriksaan dengan dokter kandungan dan disebut ada miom.
Dokter pun menawarkan kepada almarhum bahwa ada dua tindakan yang bisa dilakukan, yakni dengan cara dikuret secara manual atau dengan menggunakan alat.
Kemudian dokter memberikan gambaran bahwa apabila dilakukan menggunakan alat, maka tindakan dilakukan diperkirakan hanya diperlukan sekitar 30 menit saja. Dan rasa sakit atau nyeri setelah dilakukan tindakan hanya sekitar 2-3 jam saja setelah reaksi obat bius selesai.
“Tapi ternyata setelah dilakukan tindakan, almarhum istri saya merasakan sakit yang luar biasa dan terus menerus. Bahkan juga diberi morfin tanpa sepengetahuan keluarga untuk menahan rasa sakitnya, kemudian reaksinya hilang kembali kesakitan. Bahkan sampai ngelantur hingga akhirnya meninggal,” terangnya.