Berita Utama Hukum dan Kriminal

Gugatan Menteri Pertanian kepada Tempo Disebut Serangan Kebebasan Pers dan Demokrasi

Gugatan Menteri Pertanian kepada Tempo Disebut Serangan Kebebasan Pers dan Demokrasi

Konsorsium Jurnalisme Aman (JA) yang terdiri dari Yayasan Tifa, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG) menilai gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo Inti Media Tbk sebesar Rp200 miliar dan beredarnya surat instruksi internal Kementerian Pertanian yang memerintahkan ASN untuk melakukan serangan digital terhadap konten Tempo di YouTube merupakan bentuk ancaman serius terhadap kebebasan pers dan demokrasi.

Direktur Eksekutif PPMN Fransiska Ria Susati mengungkapkan, gugatan dan juga ancaman yang dilakukan oleh Menteri Pertanian itu merupakan tekanan negara yang terencana kepada media.

“Ketika gugatan bernilai fantastis disertai instruksi kepada ASN untuk menyerang produk jurnalistik, itu bukan lagi sengketa biasa, melainkan bentuk tekanan negara yang terencana. Gugatan Rp200 miliar adalah upaya pemiskinan media, sementara instruksi ASN merupakan bentuk pembungkaman pers via digital,” ujar Fransiska Ria Susati Sabtu (1/11/2025).

Dalam waktu berdekatan, kebebasan pers Indonesia menghadapi dua serangan serius. Pertama, gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo Inti Media Tbk sebesar Rp200 miliar. Kedua, beredarnya surat instruksi internal Kementerian Pertanian yang memerintahkan ASN untuk melakukan serangan digital terhadap konten Tempo di YouTube.

Gugatan tersebut bermula dari poster berita edisi 16 Mei 2025 berjudul “Poles-poles Beras Busuk”. Poster ini menjadi pengantar ke dalam artikel “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”.pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” serta poster di media sosial yang memantik reaksi Menteri Pertanian.

Padahal, Dewan Pers telah menangani pengaduan terkait pemberitaan itu dan memberikan rekomendasi yang telah dijalankan oleh pihak Tempo. Dengan demikian, langkah hukum yang ditempuh di luar mekanisme pers dinilai sebagai tindakan yang tidak proporsional dan berpotensi melemahkan media independen seperti Tempo.

Sementara itu, instruksi kepada seluruh ASN di lingkungan Kementerian Pertanian memerintahkan para ASN diwajibkan memberikan tanda “tidak suka” (dislike), melaporkan (report) video sebagai “misinformasi” dan “hate speech”, serta membanjiri kolom komentar dengan narasi keberhasilan kementerian. Langkah ini tidak hanya memperlihatkan upaya sistematis untuk membungkam kritik, tetapi tindakan menyalahgunakan wewenang dengan pengerahan aparatur negara untuk melindungi citra pejabat publik dari pemberitaan yang sah secara jurnalistik.

Direktur Eksekutif Tifa Foundation Oslan Purba menjelaskan , gugatan tersebut sebelumnya telah dinilai tidak proporsional karena Tempo telah mematuhi mekanisme penyelesaian melalui Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mengabaikan mekanisme itu dengan jalur hukum dan nilai fantastis justru menimbulkan efek jera (chilling effect) bagi media lain yang berani mengkritik pejabat publik.

“Tempo adalah salah satu dari sedikit media yang masih independen dan berani bersuara. Menyerangnya melalui jalur hukum, lalu mengorganisir ASN untuk membanjiri serangan digital, adalah praktik yang berbahaya bagi demokrasi,” kata Oslan Purba.

Konsorsium Jurnalisme Aman juga mengecam keras surat instruksi internal tersebut, karena menggunakan aparatur sipil negara untuk kepentingan pembentukan opini yang melindungi pejabat dari kritik media. Instruksi tersebut juga menunjukkan penyalahgunaan wewenang dan sumber daya negara untuk membungkam suara kritis, serta menciptakan iklim ketakutan di kalangan ASN dan publik untuk mengekspresikan pendapat secara bebas.

“Menggerakkan ASN untuk menyerang produk jurnalistik adalah pelanggaran serius terhadap etika pemerintahan dan prinsip kebebasan berekspresi. Negara seharusnya menjamin kemerdekaan pers, bukan mengorganisir pembungkamannya,” ucap Daniel Awigra, Direktur Eksekutif HRWG.

Konsorsium Jurnalisme Aman menyerukan kepada pemerintah dan publik untuk tidak membiarkan praktik ini menjadi normal baru dalam relasi antara negara dan pers. Oleh karena itu, Jurnalisme Aman menuntut pencabutan gugatan Rp200 miliar terhadap Tempo dan penghentian segala bentuk tekanan hukum terhadap media, pencabutan segera surat instruksi internal Kementerian Pertanian yang memerintahkan ASN untuk menyerang konten media, penegakan prinsip netralitas ASN dan penghormatan terhadap kebebasan pers;, dam komitmen pemerintah untuk memastikan jurnalisme dapat bekerja tanpa ancaman hukum, politik, atau digital.

“‎Kebebasan pers adalah hak publik untuk tahu. Jika media dibungkam dengan gugatan dan tekanan politik, maka yang dirampas bukan hanya suara Tempo tapi juga hak publik atas kebenaran,” tutup Daniel. (Radaraktual)

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *