IM57+ Institute Desak KPK Terbitkan Sprindik Baru Eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Ketua IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) baru untuk mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
“Jika memang sudah dinyatakan naik ke penyidikan perkaranya di dalam ekspose gelar perkara pimpinan KPK,” kata Praswad dikutip Tempo.co, Ahad, 30 Juni 2024.
Menurut dia, semakin tertundanya penanganan perkara Eddy Hiariej, maka akan kian besar risiko intervensi terhadap penyidikan ini oleh anasir-anasir selain penegak hukum.
Eks penyidik KPK itu menyebut menunda-nunda pelaksanaan penanganan perkara tanpa adanya alasan yang sah sesuai dengan hukum akan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada KPK.
“Semakin jauh harapan rakyat Indonesia terhadap pemberantasan korupsi bisa terlaksana di negeri tercinta ini,” ujarnya.
Eddy Hiariej sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap karena menerima uang Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan. Duit itu diduga diberikan untuk mengurus saham perusahaan tambang nikel yang mengantongi konsesi 2 ribu hektare tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Eddy lalu mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 30 Januari 2024, majelis hakim mengabulkan gugatan Eddy Hiariej dan status tersangkanya dicabut.
Sementara itu, Plh. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu berkata setiap perkara memiliki keunikannya masing-masing. Untuk perkara Eddy Hiariej, materi perkaranya di saat bersamaan sedang ditangani aparat penegak hukum (APH) lain sehingga KPK masih melakukan pendalaman.
“Jangan sampai tujuan dari pemidanaan itu sendiri menjadi tidak tercapai. Artinya, kita jadi berebutan gitu ya,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Rabu, 25 Juni 2024.
Berdasarkan sejumlah pemberitaan, orang dekat Eddy Hiariej, Yosi Andika Mulyadi, melaporkan Helmut Hermawan ke Bareskrim Polri. Yosi menuduh Helmut melakukan penipuan dan merendahkan nama baik advokat dengan melaporkannya ke KPK.
Ia juga menggugat Helmut Rp 16 miliar ke PN Jakarta Utara atas tuduhan mengingkari perjanjian biaya jasa pengacara. Helmut juga disebut melontarkan fitnah dengan melaporkan gratifikasi Eddy, dirinya, dan asisten pribadi Eddy bernama Yogi ke KPK.
Menanggapi hal itu, Praswad berujar bahwa KPK sangat bisa menangani kasus atau mengambil alih kasus yang juga sedang ditangani oleh APH lain. Hal itu tertuang dalam Pasal 10A Undang-Undang No 19 Tahun 2019 Tentang KPK.
Pasal 10 A UU KPK mengatur komisi antirasuah bisa mengambil alih penyidikan atau penuntutan kasus korupsi yang sedang diusut kepolisian atau kejaksaan. Syaratnya kasus tersebut tidak ditindaklanjuti, tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, penanganan ditujukan untuk melindungi pelaku sesungguhnya, penanganannya mengandung unsur korupsi, hingga adanya intervensi dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif.