Berita Utama Daerah

Sosok Muhammad Arsyad Al-Banjari Atau Datu Kalampayan

Sosok Muhammad Arsyad Al-Banjari Atau Datu Kalampayan

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1702 – 1807) atau yang dikenal juga dengan sebutan Datuk Kalampayan Martapura adalah seorang ulama yang menganut Madzhab Syafi’i. Ia dilahirkan di Desa Lok Gabang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Syekh Arsyad adalah anak pertama dari lima bersaudara. Ia lahir dalam keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang yang zuhud, alim dan pernah juga menjadi seorang pimpinan panglima dalam melawan penjajahan Portugis dan Belanda.

Dari jalur ayah, nasabnya sampai pada Rasulullah saw. yaitu, Maulana Muhammad Arsyad Al-Banjari, bin Abdullah, bin Tuan Penghulu Abu Bakar, bin Sultan Abdurrasyid Mindanao, bin Abdullah, bin Abu Bakar Al-Hindi, bin Ahmad Ash-Shalaibiyyah, bin Husein bin Abdullah, bin Syekh Abdullah Al-Idrus Al-Akbar (datuk seluruh keluarga Al-Aidrus), bin Abu Bakar As-Sakran, bin Abdurrahman As-Saqaf, bin Muhammad Maula Dawilah, bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al-Ghoyyur, bin Muhammad Al-Faqih Muqaddam (574-653 H), bin Ali Faqih Nuruddin, bin Muhammad Shahib Mirbath, bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah,bin Alawi Abi Sadah, bin Ubaidillah, bin Imam Ahmad Al-Muhajir (820-924) dikenal dengan panggilan Al-Imam Ahmad bin Isabin Imam Isa Ar-Rumi, bin Al-Imam Muhammad An Naqib, bin Al-Imam Ali Uraidhy, bin Al-Imam Ja’far As-Shadiq, bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir, bin Al-Imam Ali Zainal Abidin, bin Al-Imam Sayyidina Husein, bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah, wa Sayyidah Fatimah Az Zahra, binti Rasulullah saw.

Sejak kecil, Syekh Arsyad sudah menunjukkan keahliannya di bidang seni lukis. Suatu ketika, Sultan Kerajaan Banjar (Sultan Tahmidullah) mengelilingi kampung-kampung dengan tujuan untuk melihat keadaaan rakyatnya. Kemudian ia terhenti pada sebuah rumah yang terletak di Desa Lok Gabang. Ia merasa kagum dan terkesima ketika menemui sebuah lukisan yang ada di rumah tersebut. Alhasil Sultan Banjar tersebut menanyai siapakah yang membuat lukisan seindah ini. Karena merasa kagum dan terkesima akhirnya Sultan Banjar menemui yang mempunyai rumah tersebut dan bertanyalah tentang perihal lukisan yang telah membuat hatinya senang. Dan ternyata yang melukis itu masih anak-anak.

Melihat kelebihan yang ada pada Syekh Arsyad, terbesitlah di hati Sultan untuk mengasuh dan mendidik Syekh Arsyad di Istana. Sebetulnya, sang ibu sangat berat hati menerima tawaran tersebut. Namun ia sadar, jika puteranya itu perlu mendapat pendidikan yang lebih baik dan bagus. Otak secerdas Syekh Arsyad perlu diasah supaya menghasilkan sebuah berlian. Akhirnya Sang Sultan membawanya ke kerajaan.

Di istana, Sultan memperlakukannya seperti anak kandung sendiri. Para ulama terbaik didatangkan untuk mengajar di sana. Dengan kecerdasannya, Syekh Arsyad mampu menyerap semua materi-materi yang diajarkan guru-gurunya. Sekitar umur 7 tahun ia sudah fasih membaca al-quran. Di saat itu pula bakat tulis menulis sudah tampak pada dirinya.

Setelah dewasa, Syekh Arsyad menikahi wanita pilihan Sultan yang bernama Siti Aminah. Ia adalah perempuan yang shalihah dan juga sangat taat serta berbakti kepada suaminya.

Sanad Keilmuan Syekh Muhammad Arsyad

Setelah 35 tahun tinggal di istana dan mendapatkan pendidikan yang sangat baik, terlintas dalam hati  Syekh Arsyad untuk menimba ilmu ke Haramain.

Selama belajar di Haramain, Syekh Arsyad dibiayai oleh kerajaan. Sehingga Arsyad Al-Banjari mampu membeli rumah di daerah Syamsiyah, Makkah, yang sampai saat ini masih di pertahankan oleh imigran Banjar. Kampung Syamsiyah ini juga sebut dengan Barhat Banjar.

Kebetulan pada saat itu tidak hanya Syekh Arsyad saja yang diberangkatkan. Ada dua tokoh yang ikut diberangkatkan oleh Sultan Tahlilullah, yaitu Syekh Abdul Hamid yang dikenal dengan sebutan Datuk Ambuluang dan Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al-Husain, yang lebih dikenal dengan sebutan Datuk Nafis.

Selain dari rombongan Borneo, pada saat itu ada pula tokoh-tokoh Nusantara lain yang menempuh pendidikan agama di tanah haram, mereka adalah Syekh Abdus Shamad al-Falimbani, Syekh Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi dan Syekh Abdul Wahab al-Bugisi.

Selama di Haramain, Syekh Arsyad mengambil sanad keilmuan dari beberapa ulama Arab antara lain:

1. Syekh Athaillah bin Ahmad Al-Mihsri Al-Azhar.
2. Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurd, Madinah.
3. Syekh Muhammad bin Abdu Karim as-Samany Al Madany.
4. Syekh Ahmad bin Abdul Mun’in Ad-Damanhuri
5. Syekh Sayyid Abdul Faydh Muhammad Murtadha Az-Zabidi.
6. Syekh Hasan bin Ahmad ‘Akisy Al-Yamani.
7. Syekh Salim bin Abdullah Al-Bashri.
8. Syekh Shiddiq bin Umar Khan.
9. Syekh Abdullah bin Hijazi bin Asy-Syarqawi.
10. Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz Al-Maghrabi.
11. Syekh Sayyid Abdurrahman bin Sulayman Al Ahdal.
12. Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin Al-Fathani.
13. Syekh ‘Abid as-Sindi.
14. Syekh Abdul Wahab Ath-Thanthawi.
15. Syekh Maulana Sayyid Abdullah Mirghani.
16. Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Jawahir.
17. Syekh Muhammad Zayn bin Faqih Jalaludin Aceh Sang Pembaharu di Borneo

Selain itu, Syekh Arsyad juga berguru kepada ulama-ulama dari Nusantara yang sudah lama mukim di Haramain seperti Syekh Abdur Rahman bin Abul Mubin Pauh Bok al-Fathani, Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh, Syekh Muhammad Aqib bin Hasanudin al-Palimbani, dan masih banyak lagi guru-gurunya yang berasal dari Nusantara.

Syekh Arsyad menghabiskan waktu selama 35 tahun di sana dan akhirnya kembali ke Nusantara bersama Syekh Abdur Rahman al-Mashri al-Betawi, dan Syekh Abdul Wahab al-Bugisi pada tahun 1186 H/1773 M.

Jasa Syekh Muhammad Arsyad di Bidang Sosial dan Keagamaan

Setelah kembali ke Nusantara, Syekh Arsyad diminta oleh Syekh Abdur Rahman al-Mashri al-Betawi untuk singgah di rumahnya, Batavia. Di sana, Syekh Arsyad sempat mengajarkan ilmu dan membetulkan arah kiblat beberapa masjid.

Dua bulan lamanya tinggal di Batavia, akhirnya Syekh Arsyad berpamitan untuk kembali ke Banjar. Meskipun di Banjar sudah berdiri kesultanan Islam sejak kepemimpinan Sultan Surian Syah atau Sulan llah, namun perkembangan Islam di sana tidak berkembang secara signifikan. Pemeluknya hanya berasal dari kalangan muslim Melayu dan sedikit sekali yang menjalani syariat dengan ketat.

Melihat hal tersebut, Syekh Arsyad kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Martapura agar ia dapat mengenalkan gagasan-gagasan keagamaan terhadap masyarakat sekitar.

Mula-mula Syekh Arsyad mendirikan sebuah langgar untuk menampung para pembelajar. Namun semakin hari malah semakin bertambah banyak murid-murid yang datang. Bahkan tidak hanya di satu desa, mereka datang dari beberapa desa.

Melihat murid-muridnya semakin banyak, Syekh Arsyad meminta pada Sultan Tahmi Allah II untuk memberikan sebidang tanah yang luas yang terletak di luar kesultanan.

Di lembaga pendidikan tersebut, Syekh Arsyad mengajarkan beberapa bidang keilmuan seperti al-Quran, baca tulis Arab Melayu, Ibadah (Fikih), Nahwu, Sharaf, Tafsir, Hadis, Tauhid, dan lain-lain.

Dalam berdakwa Syekh Muhammad Arsyad memiliki metode tersendiri, yang mana di antara satu dan yang lainnya saling menunjang. Adapun metode yang digunakan:

1. Bil Hal
Keteladanan yang baik (Uswatun Hasanah) yang direfleksikan dalam tingkah laku, gerak gerik dan tutur kata, sehari-hari dan disaksikan secara langsung oleh murid-muridnya

2. Bil Lisan
Dengan mengadakan pengajaran dan pengajian yang bisa diikuti siapa saja, baik keluarga, kerabat dan sahabat

3. Bil Kitabah
Menggunakan bakat yang ia miliki dibidang tulis menulis, sehingga lahirlah lewat ketajaman penanya kitab-kitab yang menjadi pegangan umat

Karena kealimannya yang sudah popular di masyarakat, akhirnya Syekh Arsyad diangkat menjadi Mufti yang bertanggung jawab mengeluarkan fatwa-fatwa mengenai masalah keagamaan dan sosial.

Di samping mengajar, Syekh Arsyad adalah ulama produktif. Ada banyak karya yang ia hasilkan. Bahkan di antaranya sudah tersebar di beberapa negara tetangga, seperti kitab Sabil Al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, yang di seselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiul Akhir 1195 H/1780 M. kemasyhurannya sampai ke Malaysia, Brunei, dan Pattani (Thailand Selatan). Sedangkan karya-karya yang lainnya adalah sebagai berikut:

1. Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman Al Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M
2. Luqtah Al-‘Ajlan fi Al-Haidhi wa Al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192H/1778M.
3. Sabil Al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiul akhir 1195 H/1780 M.
4. Risalah Qaul Al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.
5. Kitab Bab an-Nikah.
6. Bidayah Al-Mubtadi wa ‘Umdah Al-Auladi
7. Kanzu Al-Ma’rifah
8. Ushul ad-Din
9. Kitab Al-Faraid
10. Hasyiyah Fat-h Al-Wahhab
11. Mushaf Al-Quran Al-Karim
12. Fathu ar-Rahman
13. Arkanu Ta’lim as-Shibyan
14. Bulugh Al-Maram
15. Fi Bayani Qadha’ wa Al-Qadar wa
16. Tuhfah Al-Ahbab Al-Waba’
17. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna.

Wafatnya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Pada tahun 1807 M, Allah Swt. memanggil Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menghadap kehadirat-Nya di usia yang ke-105 tahun. Ia dimakamkan di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *