Ketua MKMK Sebut Revisi UU MK Bikin Hakim Tidak Independen

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menyoroti perubahan keempat Undang-undang Mahkamah Konstitusi alias revisi UU MK yang telah disepakati di tingkat I.
“Pasti (hakim konstitusi) enggak merdeka lah. Pasti enggak independen,” kata Palguna saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Pusat pada Jumat, 17 Mei 2024.
Mantan hakim konstitusi ini menjelaskan, perubahan UU MK berdampak khususnya bagi hakim yang ingin melanjutkan jabatannya hingga 10 tahun. Dinukil dari draf revisi UU MK, Pasal 23A ayat (1) mengatur masa jabatan hakim konstitusi adalah 10 tahun.
Pasal 23A ayat (2) menyatakan bahwa setelah 5 tahun, hakim konstitusi dikembalikan kepada lembaga pengusul (DPR, Presiden, atau Mahkamah Agung) untuk mendapatkan persetujuan melanjutkan jabatannya.
Selain itu, Pasal 87 juga membahas soal peralihan hakim MK. Pada Pasal 87 ayat (1) menjelaskan, hakim konstitusi yang telah menjabat 5 tahun tapi belum 10 tahun, hanya bisa melanjutkan jabatannya setelah mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul.
“Terlepas dari hakimnya merdeka atau tidak, berintegritas atau tidak, substansi (revisi UU MK) itu sudah mengancam kemerdekaan kekuasaan kehakiman,” ujar Palguna. “Karena itu, revisi UU MK memang dimaksudkan by design untuk mengontrol Mahkamah Konstitusi.”
Sebelumnya pada Senin lalu, 13 Mei 2024, DPR dan pemerintah telah menyepakati pembahasan tingkat I untuk rancangan perubahan keempat Undang-undang Mahkamah Konstitusi. Padahal, DPR tengah reses pada hari itu. Masa sidang kelima tahun 2023/2024 baru dibuka pada keesokan harinya.
Revisi UU MK lantas menimbulkan polemik. Salah satu yang menolak perubahan beleid ini adalah kelompok akademisi hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society alias CALS.
CALS mengungkapkan sikap mereka lewat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan Ketua DPR RI Puan Maharani. Lewat surat berwarkat 17 Mei itu, 26 akademisi menguraikan sejumlah masalah prosedural dan materiil dalam pembahasan revisi UU MK.