Tingkatkan Kapasitas Dalam Penanganan Perkara Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kejati Kalsel Gelar Bimtek
Mengusung tema “Optimalisasi Prapenuntutan Sebagai Penguat Fungsi Dominus Litis Penuntutan Umum Dalam Perkara Lingkungan Hidup” Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek), di Hotel Fugo, Banjarmasin, Kamis (11/7/2024).
Bimtek tersbeut untuk peningkatan kapasitas Jaksa dalam penanganan perkara tindak pidana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dihadiri oleh Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr Mukri, beserta Tim dari Kejaksaan Agung RI.
Kemudian, Kepala kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalsel Rina Virawati, S.H.,M.H Wakajati Danang Suryo Wibowo, Asisten Pidana Umum dari Kejati Kalsel, Asisten Pidana Umum Kejati Kalbar, Asisten Intelijen Kejati Kalsel, Kajari Banjarmasin serta Kasi pidum dari Kejati Kalsel, Kalbar dan Kalteng.
Acara dibuka oleh Kajati Kalsel, kemudian di isi dengan Keynnote Speech dari Jaksa agung Muda Tindak Pidana Umum Prof Dr Asep Nana Mulyana, dengan materi permasalahan degradasi lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten, oleh semua pemangku kepentingan, per tahun pada tahun 2017 mencapai 480.000 hektar (KLHK, 2018).
Ditambah lagi, emisi yang dihasilkan Indonesia akibat kerusakan lahan gambut mencapai 500 Juta Ton Co2/tahun (Status 2008, Wetlands International 2009).
Kejaksaan RI sebagai lembaga sentral dalam sistem penegakan hukum pidana (center of criminal justice system), yang bertugas mengendalikan penyidikan, melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Harus mampu memberikan kontribusi, dengan melakukan langkah-langkah yang kongkrit dalam melaksanakan penegakan hukum, khususnya dalam permasalahan lingkungan hidup.
“Peran Jaksa selaku Dominus Litis/pengendali perkara harus di optimalkan dalam penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup, Jaksa harus mampu membangun kasus secara utuh dengan memberikan petunjuk kepada Penyidik secara luas dan lengkap,” katanya.
Begitu juga dengan peran untuk melakukan pemulihan kerugian yang diderita para korban kejahatan, lanjutnya. Terutama dibidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
“Ada dasar hukum tentang peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH),” imbuhnya.
Dia menambahkan, selain itu juga ada UU Minerba (UU Nomor 3 Tahun 2020 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara).
Kemudian, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Undang-Undang Perkebunan (UU No 39 Tahun 2014), Undang-Undang Kelautan (UU Nomor 32 Tahun 2014), Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014), hingga Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020).
“Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pembekalan ilmu pengetahuan kepada para peserta supaya bisa selangkah di depan dari pada para pelaku kejahatan, selain itu juga sebagai bekal untuk menghadapi perkembangan dunia yang berdampak besar terhadap perubahan iklim lingkungan,” paparnya.
“Oleh karena itu, Kejaksaan merespon cepat dengan membuat regulasi yang belum diatur dalam setiap tindakan hukum yang lakukan, untuk mendukung pembuktian dan optimalisasi penyelesaian perkara tindak pidana,” tutupnya.