Kejagung Tangkap Buronan Korupsi SNP Finance

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Satgas SIRI) bersama dengan Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Bali berhasil mengamankan buronan bernama LD yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) asal Kejaksaan Tinggi Jambi.
Diduga, buronan tersebut adalah Leo Darwin yang merupakan anak dari Leo Chandra pendiri Columbia Grup dan Komisaris Utama SNP Finance. Penangkapan dilakukan pada hari ini, Jumat 19 Juli 2024, sekitar pukul 09.50 WITA bertempat di Komplek Tropical Sunset, Jl. Pura Mertasari, Pemecutan Klod, Denpasar, Bali.
LD sebagai tersangka dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi gagal bayar medium term notes (TMN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) pada Bank Pembangunan Daerah Jambi tahun 2017-2018.
Hal itu berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-50/L.5/Fd.1/05/2023 Tanggal 9 Mei 2023 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-873/L.5/Fd.1/07/2023 Tanggal 20 Juli 2023
“Saat diamankan, tersangka LD bersikap kooperatif sehingga proses pengamanannya berjalan dengan lancar,” tulis keterangan Kejagung, Jumat (19/7).
Selanjutnya, DPO dibawa ke Jakarta untuk kemudian diserahterimakan kepada Tim Jaksa Eksekutor pada Kejaksaan Tinggi Jambi.
Melalui program Tabur Kejaksaan, Jaksa Agung meminta jajarannya untuk memonitor dan segera menangkap buronan yang masih berkeliaran, guna dilakukan eksekusi demi kepastian hukum.
“Jaksa Agung mengimbau kepada seluruh buronan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan RI, untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat bersembunyi yang aman,” pungkasnya.
Adapun kasus SNP Finance sempat heboh beberapa tahun lalu karena melibatkan bank-bank besar dan kantor akuntan publik kakap.
Sebagai informasi, SNP merupakan bagian usaha Columbia, jaringan ritel yang menawarkan pembelian barang rumah tangga secara kredit. Dalam hal itu, SNP merupakan penyokong pembiayaan Columbia dengan sumber pendanaan dari perbankan atau surat utang.
Kasus pun bermula ketika SNP Finance diketahui menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank dan kemudian pada 2016 perusahaan mengajukan restrukturisasi kredit. Hal ini seiring dengan menurunnya bisnis ritel Columbia.
Kemudian pada Januari 2018, terjadi peralihan Sistem Informasi Debitur (SID) dari Bank Indonesia menjadi di bawah kontrol OJK, yakni Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Hal ini kemudian membuat status kredit SNP berubah menjadi kolelktibilitas 2 atau dalam perhatian khusus.
Kejadian tersebut berimbas kepada SNP yang kesulitan mendapatkan pendanaan baru dari bank. Kondisi diperparah dengan sistem manajemen penagihan di kantor-kantor cabang SNP Finance semakin lemah.
SNP kemudian melakukan aksi korporasi berupa penerbitan surat utang berbentuk Medium Term Notes (MTN) untuk mengatasi kredit bermasalah. Surat utang itu diperingkat oleh Pefindo berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh KAP DeLoitte.
Kejanggalan mulai muncul ketika Pefindo menaikkan SNP menjadi idA (single A) pada Maret 2018 dari sebelumnya idA- (single A minus). Padahal, saat itu, keuangan SNP Finance bermasalah.
Sekitar dua bulan setelahnya Pefindo pun menurunkan peringkat SNP menjadi idCCC (triple C) setelah OJK mengeluarkan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) terhadap SNP Finance melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018. (Cnbcindonesia.com)