10 Perkara Pidana Diselesaikan Melalui Keadilan Restoratif
Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, pada hari Rabu, tanggal 16 Oktober 2024, Kajati Jatim Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL memimpin Ekspose Mandiri 10 (sepuluh) perkara yang diajukan untuk dihentikan Penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dengan didampingi oleh Wakajati, Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama Kajari Banyuwangi, Kajari Kota Blitar, Kajari Jember, Kajari Tanjung Perak, Kajari Gresik, Kajari Ngawi, Kajari Kota Mojokerto dan Kajari Ponorogo yang terdiri dari :
Sembilan perkara orharda, yaitu :
– 2 (dua) perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP yang diajukan oleh Kejari Gresik dan Kejari Ngawi;
– 1(satu) perkara Fiducia yang memenhuhi ketentuan Pasal 35 Atau Pasal 36 Jo. Pasal 23 Ayat (2) UU RI Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia yang diajukan oleh Kejari Banyuwangi.
– 2 (dua) perkara Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP yang diajukan oleh Kejari Kota Blitar dan Pasal 480 ke 1 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP yang diajukan oleh Kejari Tanjungperak.
– 2 (dua) perkara Penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP yang diajukan oleh Kejari Kabupaten Malang dan Kejari Ponorogo
– 1 (satu) perkara KDRT yang memenuhi ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tengtang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
– 1 (satu) perkara Laka Lantas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang RI No : 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Satu perkara Penyalahgunaan Narkotika yaitu :
Diajukan oleh Kejari Kota Mojokerto atas nama Tersangka MUNDZIRU MAYYAKH SAAHA BIN NURADI yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) Huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut: Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara; Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user); tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika.